BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 04 Juli 2011

... ....

Dengan setiap napas
Aku menanam benih-benih pengabdian -
Saya seorang petani jantung.

"Jalaluddin Rumi"

Jumat, 08 April 2011

sejarah pemikiran manusia pada zaman yunani

SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM DALAM TEOLOGI, TASAWUF, HUKUM ... dan berkuasa di dunia sehingga cinta manusia pada ... menjadi pusat ilmu pengetahuan, tetapi pada Zaman ...SEJARAH PEMIKIRAN PARA FILSU Kata Falsafah atau ... Aliran ini hidup pada zaman Renaissance. Tokoh ... manusia, pemikiran setiap ilmu, dan pemikiran suku bangsa manusia pada ...Untuk sejarah pemikiran evolusi dalam ... akan berujung pada manusia. ... telah berakar sejak zaman kuno. Pemikiran tersebut dapat terlihat pada ilmu pengetahuan peradaban Yunani ...Sejarah manusia, berbanding dengan pra sejarah, pada masa lalu ... pemikiran menguasai pemikiran China sehingga zaman ... Pada zaman dahulu, tempoh silam di Yunani dan Rom Kuno ...1.2 Puncak zaman Yunani dicapai pada pemikiran filsafati ... itu, menurut Aristoteles, pada manusia ... SEJARAH FILSAFAT KLASIK-Filsafat Yunani; Kepentingan filsafat

Artikel ini berisi tentang sejarah pemikiran evolusi dalam biologi. ... Pemikiran tersebut dapat terlihat pada ilmu pengetahuan peradaban Yunani, Romawi, Cina, ...... Yunani kuno, sampai pada pencatatan sejarah komunikasi pada masa pemikiran tokoh-tokoh ... yang dilakukan pada zaman Yunani kuno juga dilanjutkan perkembangan aktifitasnya pada ...Sejarah manusia, berbanding dengan pra sejarah, pada masa lalu dikatakan bermula dengan ... Pada zaman dahulu, tempoh silam di Yunani dan Rom Kuno telah ...Peningkatan tamadun bermaksud penggunaan pemikiran manusia untuk mengawal dan guna alam ... Zaman Raja Philip II , Macedonia dan Yunani disatukan. Diteruskan ...Ciri khas pemikiran filsafat ini adalah desentralisasi manusia. ... pemikiran filsafat islam yang berdasar pada hubungannya dengan sistem pemikiran Yunani ...

Jumat, 04 Maret 2011

Belajar Menulis Ala Natalie Goldberg

Sumber: www.AnneAhira.com

Belajar menulis adalah belajar untuk mengungkap pikiran sendiri. Belajar menceritakan segala apa yang ada di dalam pikiran. Baik itu ide, kebahagiaan maupun keluhan yang dirasakan. Lalu, kenapa banyak orang tidak suka menulis? Jawabannya, lantaran terbayang di dalam benak mereka ihwal struktur tata bahasa. Mereka takut menyalahinya. Atau, mereka bingung menulis dengan genre apa dan bingung juga bagaiamana memulai menulis. Padahal, jika ingin belajar menulis, maka seharusnya yang dilakukan adalah menulis itu sendiri.

Ya, dengan terus melatih diri setiap hari untuk terus menulis dan tuliskan yang dituangkan adalah apa yang terlintas di benak Anda. Itulah belajar menulis yang terbaik. Karena Anda didik untuk menemukan kesejatian diri melalui tulisan. Masalah keterampilan menulis cerpen, esai, opini, puisi dan jenis-jenis tulisan lainnya akan tumbuh dengan sendirinya saat Anda sudah terbiasa belajar menulis dengan sebebas-bebasnya.

Pesan Natalie Bagi Pembelajar Menulis

Karena itu, Natalie Goldberg kerapa berpesan di saat mengisi pelatihan menulis dengan mengatakan, “Ketika Anda menulis dari pikiran sendiri Anda mesti bersedia menulis sampah selama lima tahun…” Artinya, Natalie mengajarkan kepada Anda cara belajar menulis yang baik. Sungguh tidak mungkin orang yang sudah tekun belajar menulis setiap hari akan menulis sampah selama lima tahun. Hanya saja maksud Natalie adalah, bahwa menulis itu membutuh proses waktu yang panjang.

Satu hal lagi, Anda tidak mungkin belajar menulis, tetapi tidak aktif membaca buku atau surat kabar. Karena membaca adalah amunisi utama untuk bisa menulis sebebas-bebasnya. Dengan membaca, tentunya Anda memiliki penilaian terhadap apa yang dibaca. Maka ungkapkanlah apa yang Anda nilai dari bacaan tersebut di dalam tulisan. Inilah yang dinamakan belajar menulis dengan kombinasi. Belajar menulis yang mampu membangun kesejatian diri yang bersumber dari pikiran sendiri.

Menulis Itu Surga

Dengan belajar menulis sebebas-bebasnya maka Anda menemukan efek yang luar biasa. Efek yang memberikan rasa bebas sebebasnya untuk mengeluarkan pikiran dan perasaan yang terlintas di dalam diri. Kebebasan untuk tidak takut dikatakan salah dalam menulis. Kebebasan untuk tidak memusingkan diri tentang publikasi. Kebebasan untuk tidak memikirkan dikritik orang. Kebebasan untuk tidak takut ditolak tulisan Anda oleh orang lain. Mirip seperti kata Natalie Goldberg dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Mizan menjadi “Alirkan Jati Dirimu: Esai-Esai untuk Meruntuhkan Tembok-Kemalasan Menulis”, bahwa menulis itu sendiri sudah surga.”

Karena itu, mari kita belajar menulis dengan menerapkan cara menulis Natalie Goldberg. Pasalnya, cukup banyak penulis yang berhasil menjadi penulis populer dan produktif dengan menerapkan gaya belajar menulis Natalie Goldberg. Salah satunya adalah Pak Hernowo, penulis buku “Andaikan Buku Sepotong Pizza”. Apakah Anda masing bingung bagaimana belajar menulis? Jika tidak, segera ambil pulpen dan kertas, lalu luapkan apa yang ada di pikiran Anda dan tulis sebebas-bebasnya. Selamat belajar menulis.

Macam-Macam Puisi dan Contohnya

Puisi Mbeling

Dalam bahasa Jawa, kita mengenal kata urakan yang artinya nakal dan suka memberontak terhadap kemapanan. Mbeling mempunyai arti kurang lebih sama, tetapi berbeda sedikit. Kata “urakan” mengandung unsur seenaknya, sedangkan “mbeling” mengandung unsur kecerdasan dan tanggung jawab. Puisi Mbeling dipopulerkan oleh Remy Sylado tahun 70-an. Yang didobrak oleh puisi Mbeling adalah aturan bahwa bahasa puisi itu harus “begini” dan “begitu”. Jadi, pendeknya, puisi Mbeling tidak membedakan major art dan minor art.

Contoh puisi Mbeling:

DI BLOK APA?

Oleh: Remy Sylado

Kalau

Chairil Anwar

Binatang jalang

Di blok apa

Tempatnya

Di Ragunan

Puisi Naratif

Puisi naratif adalah puisi yang seolah-olah bercerita tentang suatu kisah. Bisa kisah hidup penyair atau kisah yang berdiri sendiri. Ada puisi naratif yang sederhana, sugestif, bahkan kompleks.

Contoh puisi naratif:

Aku adalah apa yang kupilih

Aku teringat adagium ‘aku adalah yang aku makan’atau ‘aku menjadi apa yang kupikirkan’

yang sebenarnya aku memilih yang kumakan dan kupikir maka aku lebih menyukai perkataanku ini ‘aku adalah apa yang kupilih’

Aku teringat betul kala itu kutonton ‘little house on the prairie’ bukannya ‘si unyil’

kubaca ‘hello’ bukannya ‘hai’ dan sekarang aku tahu aku telah jauh hari memilih hidupku.

Aku pun teringat,sangat kuingat, saat aku memutuskan pulang dari perantauanku mengadu nasib di Sumbawa, meski baru sebentar saja disana, malah belum sempat mengirimkan lamaran ke New Mount, karena sebelumnya, di kapal aku mendengar Iwan Fals menyanyikan lagu yang menantang pendirianku ‘selamat jalan kawan, semoga kau benar’ aku memilih pulang

Aku tak melupakan, tak akan lupa, seketika kakiku tiba di rumah, segera setelahnya aku terima jadwal mengajar, dan aku memilih menerimanya.

Aku teringat, masih teringat, haru biru perjuanganku memilih pendamping hidupku,

aku tak mungkin lupa, ketika aku memilih menyerahkan anak laki pertamaku, usia dua bulan, ke dokter-dokter bedah otak.

Aku masih ingat, masih terus ingat, doaku kepada Allah untuk mengijinkanku merawatnya kembali, apapun yang terjadi.

Aku teringat dan terus terus terus ingat aku telah memilih, aku mengakui bahwa aku memilih dan bukan berdiam, aku telah menjadi apa yang kupilih dan bukan menyerah menyalahkan takdir.

Aku teringat, tak mungkin lupa, yang kupilih

Melbourne, 20 April 2009

Puisi untuk Anak Lelakiku tersayang, Senthforth Faizulhub

Senin, 2009 April 20 21:12:00 BNT

Puisi Konkret

Menurut X.J Kennedy, puisi konkret adalah puisi yang bersifat visual, jadi puisi yang bisa dinikmati dengan keindahan sudut pandang (poems for the eye). Kalau di Indonesia, kita bisa melihat contoh puisi konkret dari puisi-puisinya Sutardji Calzoum Bachri.

Contoh puisi konkret

t

ttt

rrrrr

rrrrrrr

eeeeeeeee

???

Karya Joyce Klimer di atas itu maksudnya adalah kata “tree” (pohon). Namun, kata “tree” tidak tergamabarkan dalam kata itu sendiri. Justru, kata “tree” lebih tergambarkan dalam bentuk visualnya yang berbentuk sepeti pohon.

Puisi Gelap

Puisi gelap adalah puisi yang mempunyai terlalu banyak diksi dan majas sehingga sangat sulit diinterpretasikan. Menurut Sam Haidy, membaca puisi gelap harus dengan referensi dan analisis yang cukup sehingga tidak menimbulkan mis-interpretasi. Biasanya puisi gelap ini ditulis oleh penyair senior yang ingin bereksperimen dengan gaya penulisan non-konvensional sehingga sulit dipahami atau penulis pemula yang karena belum ahli sehingga menimbulkan makna ambigu.

Referensi

http://books.google.co.id. Diakses pada 21 Februari 2010 pukul 22.50 WIB

http://ik-agung.blogspot.com. Diakses pada 21 Februari 2010 pukul 23.26 WIB

http://malaikatcacat.wordpress.com. Diakses pada 21 Februari 2010 pukul 23.18 WIB

Puisi Naratif

Untuk sobat semua yang pengin baca contoh puisi naratif ini ada kiriman dari sobat aku di Melbourn....moga bisa jadi referensi ....siapa lagi yang mau kirim puisi dari ragam yang lain masih terbuka ...

Aku adalah apa yang kupilih

Aku teringat adagium 'aku adalah yang aku makan'atau 'aku menjadi apa yang kupikirkan'
yang sebenarnya aku memilih yang kumakan dan kupikir maka aku lebih menyukai perkataanku ini 'aku adalah apa yang kupilih'
Aku teringat betul kala itu kutonton 'little house on the prairie' bukannya 'si unyil'
kubaca 'hello' bukannya 'hai' dan sekarang aku tahu aku telah jauh hari memilih hidupku.
Aku pun teringat,sangat kuingat, saat aku memutuskan pulang dari perantauanku mengadu nasib di Sumbawa, meski baru sebentar saja disana, malah belum sempat mengirimkan lamaran ke New Mount, karena sebelumnya, di kapal aku mendengar Iwan Fals menyanyikan lagu yang menantang pendirianku 'selamat jalan kawan, semoga kau benar' aku memilih pulang
Aku tak melupakan, tak akan lupa, seketika kakiku tiba di rumah, segera setelahnya aku terima jadwal mengajar, dan aku memilih menerimanya.
Aku teringat, masih teringat, haru biru perjuanganku memilih pendamping hidupku,
aku tak mungkin lupa, ketika aku memilih menyerahkan anak laki pertamaku, usia dua bulan, ke dokter-dokter bedah otak.
Aku masih ingat, masih terus ingat, doaku kepada Allah untuk mengijinkanku merawatnya kembali, apapun yang terjadi.
Aku teringat dan terus terus terus ingat aku telah memilih, aku mengakui bahwa aku memilih dan bukan berdiam, aku telah menjadi apa yang kupilih dan bukan menyerah menyalahkan takdir.
Aku teringat, tak mungkin lupa, yang kupilih

Melbourne, 20 April 2009
Puisi untuk Anak Lelakiku tersayang, Senthforth Faizulhub
Senin, 2009 April 20 21:12:00 BNT

Kamis, 03 Maret 2011

PENGERTIAN MENULIS

Ketika kita belajar di kelas I SD kita belajar menulis. Pelajaran menulis ketika itu berupa cara kita menulis abjad. Kita mengenal hal tersebut dengan sebutan menulis huruf demi huruf. Kita belajar menulis huruf demi huruf secara terpisah atau bersambung. Sementara itu mulai kelas II atau kelas III kita mulai belajar menulis yang lain, yaitu yang selama ini dikenal dengan istilah mengarang. Menulis yang sering diidentikkan dengan mengarang itu dinamakan menulis komposisi. Artinya bukan lagi huruf demi huruf, tetapi menulis yang berarti mengekspresikan gagasan. Ekspresi gagasan itu amat beraneka ragam sifatnya. Ada yang rekaan, ada yang faktual. Keduanya bagaimanapun harus dilihat dari susunan. Artinya, sebuah karangan apakah itu yang rekaan atau faktual setidaknya harus terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup. Pendahuluan berfungsi sebagai pengantar kepada komposisi tulisan yang utuh. Yang dimaksud dengan pendahuluan di sini adalah bagian di mana penulis memberikan semacam ancang-ancang sebelum pembaca menyelami tulisan itu secara rinci. Sedangkan bagian isi merupakan inti sebuah tulisan. Pada bagian ini penulis menumpahkan gagasannya secara rinci. Ia bisa mendeskripsikan gagasannya satu persatu. Ia bisa menceritakan kejadian dan kejadian. Ia bisa menjelaskan bagian demi bagian pembahasannya. Ia juga bisa mengajukan argumen-argumen untuk meyakinkan pembacanya agar pembaca yakin akan kebenaran tulisannya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tadi, kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan menulis adalah kegiatan menumpahkan atau mengekspresikan gagasan dengan menggunakan media tulis. Yang dimaksud dengan media tulis adalah penggunaan bahasa tulis. Karena itu, kita harus membedakannya dengan komposis
2
lisan seperti pidato. Sekalipun sama-sama komposisi, pidato merupakan komposisi lisan. Bagian penutup biasanya merupakan simpulan dari isi tulisan. Simpulan itu merupakan rangkaian tak terpisahkan dari bagian pendahuluan dan isi simpulan berbeda dengan rangkuman. Ada kalanya pada bagian ini tidak hanya simpulan, tetapi juga disertakan saran juga penegasan-penegasan kembali.
3
II. PENGERTIAN PARAGRAF, JENIS PARAGRAF, DAN JENIS TULISAN Sebuah tulisan, sebuah komposisi, terdiri atas satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut paragraf atau alinea. Banyak definisi atau pengertian paragraf yang diberikan para ahli. Namun, betapapun banyaknya pengertian-pengertian itu, pada hakekatnya sebuah paragraf harus mengandung dua gagasan. Kedua gagasan itu minimal diekspresikan ke dalam dua kalimat yang berbeda. Kedua gagasan atau kedua kalimat itu masing-masing harus terdiri dari gagasan utama atau kalimat pokok dan gagasan penjelas atau kalimat penjelas. Gagasan utama atau kalimat utama adalah gagasan atau kalimat menjadi inti sebuah paragraf. Sedangkan gagasan penjelas atau kalimat penjelas adalah kalimat atau gagasan yang menjelaskan kalimat atau gagasan inti dalam sebuah paragraf. Setidaknya kalimat atau gagasan penjelas harus terdiri dari satu kalimat. Sekalipun demikian, hal itu tidak mutlak sifatnya. Artinya kalimat penjelas itu bisa saja terdiri dari dua kalimat atau lebih. Oleh karena itu, sebuah paragraf bisa diartikan sebagai unit terkecil sebuah karangan yang terdiri dari kalimat pokok atau gagasan utama dan kalimat penjelas atau gagasan penjelas. Artinya, paragraf yang baik minimal terdiri dari dua kalimat atau dua gagasan. leh karena itu, sebuah paragraf bisa diartikan sebagai unit terkecil sebuah karangan yang terdiri dari kalimat pokok atau gagasan utama dan kalimat penjelas atau gagasan penjelas. Artinya, paragraf yang baik minimal terdiri dari dua kalimat atau dua gagasan. Setelah kita memahami pengertian paragraf, sampailah kita kepada bahasan jenis paragaraf. Secara rinci, jenis-jenis paragraf adalah sebagai berikut.
4
Pertama, paragraf deskripsi. Paragraf jenis ini berisi kalimat-kalimat yang mendeskripsikan, menggambarkan sesuatu. Misalnya deskripsi kota Bandung pada pagi hari. Perhatikan contoh berikut. Bandung masih diselimuti kabut. Orang-orang baru satu dua yang lalu lalang. Kendaraan hanya kadang-kadang terdengar menderu. Yang tampak dominan adalah para petugas kebersihan kota. Mereka sibuk membersihkan sampah. Mereka bekerja dengan riang. Kadang-kadang mereka bersenandung di sela-sela pekerjaannya. Perlahan tapi pasti keramaian kendaraan di jalan bertambah sedikit demi sedikit. Bandung sedang menggeliat dari tidurnya. Kedua, paragraf eksposisi. Kalau paragraf deskripsi menggambarkan sesuatu, paragraf eksposisi berusaha menjelaskan sesuatu atau memberikan sesuatu. Penjelasan atau pemerian seringkali bertolak dari satu definisi. Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut. Agar lebih mudah contoh yang dikemukakan masih sekitar kota Bandung. Kota Bandung adalah salah satu ibu kota propinsi dari sekian banyak propinsi di Indonesia, yaitu propinsi Jawa Barat. Sebagai ibu kota Propinsi Kota Bandung juga amat dikenal sebagai kota Asia Afrika, yaitu kota tempat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika. Selain itu, nkota Bandung pun memiliki banyak julukan, di antaranya sebagai Paris van Java. Lihatlah, kalimat demi kalimat saling mendukung untuk memberikan gambaran kota Bandung pada pagi hari. Kalimat utama paragraf ini terletak di awal paragraf, yaitu Bandung masih deselimuti kabut dan pada akhir paragraf berupa pengulangan yang menegaskan kembali kalimat utama pada bagian awal tadi, yaitu Bandung sedang menggeliat dari tidurnya. Kedua, paragraf eksposisi. Kalau paragraf deskripsi menggambarkan sesuatu, paragraf eksposisi berusaha menjelaskan sesuatu atau memberikan sesuatu. Penjelasan atau pemerian seringkali
5
bertolak dari satu definisi. Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut. Agar lebih mudah contoh yang dikemukakan masih sekitar kota Bandung. Kota Bandung adalah salah satu ibu kota propinsi dari sekian banyak propinsi di Indonesia, yaitu propinsi Jawa Barat. Sebagai ibu kota Propinsi Kota Bandung juga amat dikenal sebagai kota Asia Afrika, yaitu kota tempat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika. Selain itu, nkota Bandung pun memiliki banyak julukan, di antaranya sebagai Paris van Java. Perhatikanlah, sebuah eksposisi bertolak dari definisi. Definisi terdiri dari tiga bagian, yaitu istilah yang didefinisikan, kelas dari yang didefinisikan, dan diferensiasi atau pembeda dari anggota kelasnya. Kota Bandung ada yang didefinisikan. Kelasnya yaitu salah satu ibu kota propinsi dari sekian banyak propinsi di Indonesia. Sedangkan diferensiasi atau pembedanya yaitu propinsi Jawa Barat. Diferensiasi berfungsi membedakan. Di sini kota Bandung berbeda dengan ibu kota propinsi lainnya. Mengapa? Karena Jawa Barat adalah hanya satu-satunya di Indonesia. Artinya, itulah yang membedakan kota Bandung dari ibu kota propinsi lainnya, yaitu ibu kota propinsi Jawa Barat. Jenis paragraf yang ketiga adalah paragraf argumentasi. Kalau paragraf eksposisi dan paragraf deskripsi masing-masing menjelaskan atau memberikan dan mendeskripsikan atau menggambarkan, paragraf argumentasi berusaha meyakinkan bahwa hal yang dikemukakan adalah benar. Cara meyakinkan kebenaran itu bisa dengan cara mengajukan sejumlah fakta. Perhatikan contoh berikut, masih tentang kota Bandung agar anda mendapat kejelasan untuk masing-masing paragraf yang berbeda. Hampir semua orang yang pernah tinggal di kota Bandung menyatakan merasa betah tinggal di kota Bandung. Bahkan, umumnya mereka berusaha tetap tinggal di kota ini. Bisa dimengerti mengapa mereka merasa betah. Kota ini memiliki hawa yang sejuk. Tingkat kriminalitasnya juga relatif kecil bila dibandingkan dengan kota setaranya, Surabaya dan Medan
6
misalnya. Terdapat banyak lembaga pendidikan tinggi negeri di dalamnya. Juga kotanya tidak terlalu besar seperti Jakarta, sehingga dari satu sudut kota ke sudut kota lainnya tidak terlalu jauh. Itulah beberapa hal yang menyebabkan para pendatang rela tinggal berdesakan di kota ini. Kalimat ketiga dan seterusnya merupakan argumentasi atau alasan mengapa para pendatang itu merasa betah tinggal di kota Bandung. Memang, jawaban mengapa mereka betah tinggal di kota Bandung itu tidak mungkin hanya diberikan oleh satu kalimat. Oleh karena itu, seringkali jawaban, alasan, atau usaha meyakinkan bahwa apa yang dikemukakan penulsi itu benar tidak cukup oleh hanya satu kalimat. Dengan kata lain, alasan itu harus benar-benar rinci agar pembaca yakin bahwa alasan itu benar. Jenis paragraf yang terakhir adalah paragraf narasi. Paragraf narasi adalah paragraf yang berusaha mengurutkan peristiwa demi peristiwa yang dialami seorang tokoh. Urutan peristiwa itu bisa berupa urutan kronologis adalah urutan peristiwa berdasarkan urutan waktu. Sedangkan urutan atau hubungan kausal adalah urutan atau hubungan peristiwa berdasarkan hubungan sebab-akibat. Perhatikan contoh berikut agar lebih jelas. Hari itu ia telusuri sudut demi sudut kota Bandung yang amat dicintainya seolah-olah tidak mau ada satu pun sudut yang terlewat. Setiap sudut yang disinggahinya menyisakan kenangan amat mendalam baginya. Mula-mula ia telusuri sudut Setiabudi. Di wilayah ini ia menyimpan amat banyak kenangan. Penelusuran dilanjutkan ke wilayah balai kota dan sekitarnya. Di sini pun ia amat hanyut dengan kenangan bersama-sama sahabatnya, juga kekasihnya. Lalu, ia lanjutkan menyusuri wilayah alun-alun yang sekarang telah berubah total dari masa dua puluh tahun yang lalu. Lagi-lagi ia terhanyut dalam kenangan masa lalunya. Setiap tempat, setiap sudut kota itu, yang ada hanyalah kenangan indah baginya seluruhnya.
7
Jelas betul perbedaannya dengan paragraf lainnya, bukan ? Apalagi contoh yang dikemukakan semua tentang kota Bandung, tentang satu subjek. Sengaja hal itu penulis lakukan agar Anda beroleh contoh yang membedakan masing-masing kasus/paragraf. Selain jenis paragraf seperti itu yang berdasarkan isi paragraf, ada pula jenis paragraf, adapula jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utama dalam sebuah paragraf. Berdasarkan hal ini ada empat jenis paragraf. Pertama, paragraf yang kalimat utamanya terletak pada awal paragraf. Paragraf ini disebut paragraf deduktif. Kedua, paragraf induktif, yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak pada akhir paragraf. Ketiga yang kalimat utamanya terletak pada akhir paragraf. Ketiga paragraf yang kalimat utamanya terletak pada awal dan akhir paragraf. Paragraf ini disebut sebagai paragraf deduktif induktif. Terakshir paragraf yang kalimat utamanya atau gagasan utamanya tersebar pada keseluruhan paragraf. Paragraf ini disebut sebagai paragraf tersebar. Masing-masing contohnya sebagai berikut. Contoh pertama : Kota Bandung adalah kota yang paling kami cintai. Kota ini lebih sejuk dari kota lain yang sama besarnya di Indonesia. Kota ini juga lebih aman dibandingkan kota lainnya. Kota ini lebih kaya ragam budayanya dibanding kota lainnya yang sejenis. Contoh kedua : Secara ekonomi, kota ini sangat kondusif untuk berbisnis. Secara budaya, kota ini amat kaya akan ragam budaya etnis. Penduduknya relatif terbuka terhadap unsur etnis yang berbeda-beda dan yang memperkayanya. Secara geografis, kota ini terletak di daerah yang relatif tinggi, namun tidak terlalu tinggi yang membuat badan kami membeku seperti es. Artinya, kota ini relatif sejuk. Itulah antara lain tiga hal yang membuat kami merasa amat kerasan tinggal di kota Bandung ini. Contoh ketiga :
8
Faktor ekonomi, faktor budaya, dan faktor geografislah yang membuat kami amat kerasan tinggal di kota Paris Van Java ini. Secara ekonomis kami merasa amat mudah mencari sesuap nasi di kota ini. Asal kreatif hampir semua hal bisa dijadikan mata pencaharian. Secara budaya kami juga mudah diterima lingkungan masyarakat Sunda, sekalipun kami berasal dari tanah Karo yang terbuka benar kebudayaannya dengan mereka. Mereka amat terbuka menerima pendatang dari mana pun. Secara geografis, kami tidak terlalu kaget dengan hawa kota Bandung yang sejuk, malah kami merasa amat nyaman dibuatnya. Itulah tiga faktor yang membuat kami lagi-lagi amat kerasan tinggal di kota Bandung: faktor ekonomi, faktor budaya, dan faktor geografis. Contoh keempat : Tiba-tiba langit kota Bandung berubah menjadi gelap gulita. Petir menyambar-nyambar. Angin menderu amat kencang. Listrik mati mendadak. Hujan datang mengguyur amat tiba-tiba. Orang berlarian mencari perlindungan. Klakson berbagai kendaraan berbunyi serempak. Mobil-motor saling bertubrukan. Para sopir saling memaki di antara mereka. Pak polisi kebingungan menertibkan keadaan. Nyata benar kan perbedaan antara paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf deduktif – induktif, dan paragraf tersebar? Kalau belum ketemu, perhatikan sekali lagi tulisan italik pada masing-masing contoh, kecualai pada contoh terakhir yang tanpa italik meninjukkan bahwa memang gagasan utama paragraf tersebut memang tersebar. Sekarang kita sampailah pada hal yang teraskhir untuk pertemuan ini yaitu soal jenis tulisan. Ikutilah uraian berikut. Sebuah tulisan, ragamnya, amat ditentukan oleh paragraf-paragraf yang membentuknya. Bila secara dominan tulisan itu dibentuk oleh paragraf-paragraf deskripsi, maka tulisan tersebut disebut sebagai tulisan deskripsi. Bila paragraf-paragraf eksposisi mendominasi sebuah tulisan, maka tulisan tersebut kita kategorikan sebagai sebuah tulisan eksposisi. Bila paragraf-paragraf yang mendominasi sebuah tulisan berupa usaha meyakinkan pembacanya bahwa benar apa yang dikemukakan
9
penulisannya, maka tulisan itu termasuk ke dalam tulisan argumentasi. Sedangkan bila lebih banyak rentetan peristiwa yang mendominasi sebuah tulisan, artinya tulisan itu adalah tulisan narasi. Sekalipun demikian, harus diingat bahwa dalam sebuah tulisan narasi tidak berarti tidak ada paragraf deskripsi, paragraf eksposisi, bahkan paragraf argumentasi. Ketiga jenis paragraf (mungkin tidak keseluruhannya ada secara serempak) seringkali bisa menjadi alat narasi, bahkan memperkaya sebuah narasi. Demikian pula untuk jenis karangan lainnya. III. SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PARAGRAF Sebuah paragraf yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Kesatuan yaitu semua kalimat yang membina paragraf itu secara bersama-sama menyatakan satu hal; 2) Koherensi yaitu kekompakan hubungan antara kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk paragraf tersebut; 3) Mengikuti pengembangan paragraf tertentu. Kesatuan paragraf ditunjukkan oleh adanya kalimat utama atau kalimat pokok dengan kalimat penjelas. Kalimat utama berfungsi sebagai petunjuk gagasan utama. Sedangkan kalimat penjelas berfungsi memperjelas gagasan yang terdapat pada kalimat utama. Hal ini berkaitan dengan letak kalimat utama dalam sebuah paragraf (perhatikan uraian tentang jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya, pembagian sebelumnya).
10
Sementara itu, koherensi atau kepaduan paragraf seringkali ditunjukkan dengan adanya penggunaan hal-hal berikut. Pertama, penggunaan reetisi. Repetisi ini berfungsi untuk menjaga kepaduan paragraf. Pengulangan ini juga merupakan petunjuk bahwa kata-kata yang diulang tadi merupakan kata kunci. Perhatikan contoh berikut. Di dalam hidupnya, manusia membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang itu dibutuhkan untuk menjaga harmoni hidup. Tanpa kasih sayang di antara sesama manusia, hidup manusia akan seperti binatang belaka. Pengulangan kata manusia dan frase sayang selain berfungsi menjaga kepaduan paragraf, juga berfungsi menekankan betapa pentingnya kasih sayang dalam hidup manusia. Penekanan itu dilakukan dengan repetisi sebagai sarananya. Sarana kedua yang menjaga kepaduan atau koherensi sebuah paragraf adalah penggunaan kata ganti. Kata ganti juga berfungsi menghindari kemonotonan kalimat. Dengan kata lain, agar kalimat-kalimat tersebut lebih bervariasi. Perhatikan contoh berikut. Lukman dan Rumi adalah dua kakak beradik. Mereka tinggal di sebuah komplek perumahan di Bandung Timur. Keduanya hidup rukun, Mereka pergi ke sekolahselalu bersama-sama. Orang tua mereka sangat bahagia melihat keduanya. Penggunaan kata mereka dan keduanya secara bergantian dan secara bervariasi menggantikan frase Lukman dan Rumi. Bayangkan bila penggunaan frase tersebut diulang-ulang. Sungguh membosankan dan kebosanan itu disebabkan karena tiadanya kepaduan paragraf. Sarana ketiga untuk menjaga kepaduan sebuah paragraf adalah penggunaan kata transisi (meliputi juga frase transisi). Kata transisi ini berfungsi sebagai penghubung atau katalisator antara antara satu kalimat dengan kalimat lain, antara satu gagasan dengan gagasan lain. Perhatikan contoh berikut.
11
Dalam hidup manusia selalu ada kebahagiaan dan kesedihan. Kedua hal itu datang silih berganti. Seperti siang dan malam. Kebahagiaan selalu diharap-harap datangnya. Seperti halnya kebahagiaan, kesedihan datang juga walaupun tidak kita harapkan. Ringkasnya, keduanya datang silih berganti. Perhatikan kata atau frase yang ditulis italik/miring paragraf contoh tersebut. Bagaimana menurut Anda kalau kata transisi atau frase transisi itu tidak ada ? Tidak padu paragrafnya, bukan? Gorys Kerap (1982a: 80-81) mengemukakan ada beberapa jenis kata transisi atau frase transisi. Secara rinci hal itu sebagai berikut. 1) Hubungan yang menyatakan tambahan kepada sesuatu yang telah disebut sebelumnya: lebih lagi, tambahan (pula), selanjutnya, di samping itu, dan, lalu, seperti halnya, juga, lagi (pula), berikutnya, kedua, ketiga, akhirnya, tambahan lagi, demikian juga. 2) Hubungan yang menyatakan pertentangan dengan sesuatu yang telah disebut lebih dahulu: tetapi, namun, bagaimanapun, juga, walaupun demikian, sebaliknya, sama sekali tidak, biarpun, meskipun. 3) Hubungan yang menyatakan perbandingan: sama halnya, seperti, dalam hal yang sama, dalam hal yang demikian, sebagaimana. 4) Hubungan yang menyatakan akibat atau hasil: sebab itu, oleh sebab itu, oleh karena itu, karena itu , jadi, maka, akibatnya. 5) Hubungan yang menyatakan tujuan: untukmaksud itu, untuk maksud tersebut, supaya. 6) Hubungan yang menyatakan singkatan, contoh, intensifikasi: singkatnya, ringkasnya, secara singkat, pendeknya, pada umumnya, seperti sudah dikatakan, dengan kata lain, misalnya, yakni, yaitu, sesungguhnya. 7) Hubungan yang menyatakan waktu: sementara itu, segera, beberapa saat kemudian, sesudah, kemudian. 8) Hubungan yang menyatakan tempat: di sini, di situ, dekat, di seberang, berdekatan dengan, berdampingan dengan.
12
IV. PENGEMBANGAN PARAGRAF Yang dimaksud dengan pengembangan alinea adalah usaha penulis untuk merinci gagasan utama ke dalam gagasan penjelas-gagasan penjelas kemudian, mengurutkan gagasan penjelasan-penjelasan ke dalam urutan yang runtut. Terdapat sepuluh metode pengembangan paragraf. Kesepuluh metode tersebut sebagai berikut . Pertama, metode klimak-antiklimaks. Metode ini meliputi metode klimaks dan metode antiklimaks. Metode klimaks adalah metode atau cara penilis mengembangkan gagasannya mulai dari hal-hal yang paling rendah tingkatannya berangsur-angsur menuju ke hal yang paling tinggi tingkatannya. Perhatikan contoh berikut. Si Uho, tukang beca memerlukan cinta. Pak Bakar yang pedagang juga memerlukan cinta. Pak Lurah juga memerlukan cinta. Pak Amr, guru sekolah juga memrlukan cinta . Pak Bupati pun memrrlukan cinta. Demikian juga, bapak Gubernur, ia memerlukan cinta. Bahkan Ibu Presiden pun memerlukan cinta. Semua memerlukan cinta, tidak ada kecuali. Si Uho, Pak Bakar, pak Lurah, Pak Amir, Pak Bupati, Bapak gubernur, dan Ibu Presiden adalah gambaran meningkatnya strata sosial yang paling rendah berangsur-angsutr menuju strata sosial yang paling tinggi (Si Uho- Ibu Presiden). Cara ini yang harus diperhatikan terutama adalah perkara peningkatan berangsur-angsur. Dengan demikian, cara ini juga menggambarkan betapa gagasan utama itu dikembangkan secara berangsur-angsur menaik atau meninggi. Sedangkan metode antiklimaks adalah cara penulis mengembangkan gagasannya mulai dari tingkatan yang paling tinggi berangsur-angsur menuju ke hal yang paling rendah. Perhatikan contoh berikut.
13
Kakek memakai baju baru ketika lebaran itu. Ayah ibu juga memakai baju baru. Kakak-kakakkujuga memakai baju baru juga. Aku juga memakai baju baru hadiah dari ibu karena puasaku tamat. Bahkan adik juga memakai baju baru juga. Kakek, ayah, ibu, kakak-kakakku, aku, dan adik adalah contoh antiklimaks. Urutan dari kakek sampai ke adik merupakan urutan dari tingkatan paling atas (dalam konteks itu) berangsur-angsur menuju ke tingkatan paling bawah yaitu adik. Kedua, metode pandangan adalah cara penulis mengembangkan gagasannya dengan memposisikan dirinya pada suatu tempat atau posisi tertentu dalam memandang sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa yang konkret juga sesuatu yang abstrak. Perhatikan contoh berikut. Dari lotengnya, ia memandang ke kejauhan. Nun di bawah terhampar kota Bandung yang luas. Di tengah-tengah kota itu tampak alun-alun kota Bandung lengkap dengan mesjid agungnya. Di sebelah utaranya tampak gedung menara BRI. Di sekitarnya tampak berbagai pusat perbelanjaan mulai dari pasar tradisional hingga ke pusat perbelanjaan modern seperti pasar swalayan dan sejenisnya. Tampak benar bedanya dengan keadaan dua puluh lima tahun yang lalu ketika ia masih kecil. Ketika itu ia masih bisa berkeliling alun-alun dan sekitarnya hanya dengan menunggang delman. Keadaan alun-alun waktu itu masih amat lengang dan leluasa tidak seperti sekarang yang hiruk pikuk, padat oleh bangunan bertingkat dan kendaraan bermotor, bukan kendaraan sejenis delman. Perhatikan bagian awal paragraf yang menggambarkan suasana alun-alun pada masa kini. Sedangkan bagian berikutnya merupakan pandangan penulis tentang keadaan alun-alun pada masa lalu. Ketiga, metode perbandingan dan pertentangan yaitu cara penulis mengembangkan gagasannya dengan menunjukkan persamaan atau perbedaan mengenai dua hal, dua orang, dua objek atau dua gagasan berdasarkan segi-segi tertentu. Perhatikan contoh berikut.
14
Pendidikan yang berlangsung di rumah dengan pendidikan yang berlangsung di sekolah amat berbeda. Di sekolah kurikulumnya jelas, sedangkan di rumah bisa dikatakan tidak memiliki kurikulum. Bila di rumah tidak ada bahan pembelajaran yang eksplisit, maka di sekolah bahan pembelqajaran itu harus eksplisit dan disusun secara berencana. Bila di sekolah ada ujian atau tes, di rumah tidak ada hal semacam itu. Evaluasi bisa dilakukan dengan cara orang tua menegur anak-anak ketika mereka bersalah. Tampak betul bukan segi-segi yang diperbandingkan dan dipertentangkan/ Pertama, yang diperbandingkan dan dipertentangkan adalah soal kurikulum. Kedua, soal, bahan pembelajaran. Ketiga, soal evaluasi. Mungkin masih banyak yang bisa diperbandingkan dan dipertentangkan. Keluasan dan kedalaman perbandingan dan pertentangan itu sangat tergantung dari kedalaman dan keluasan wawasan penulis.
15
V. PENGEMBANGAN PARAGRAF (Lanjutan I) Keempat, metode analogi yaitu cara penulis mengembangkan gagasannya dengan membandingkan segi kesamaan dari dua hal yang berbeda sebagai sebuah ilustrasi. Analogi seringkali digunakan untuk membendingkan hal yang tidak atau kurang dikenal digunakan untuk membandingkan hal yang tidak atau kurang dikenal umum dengan sesuatu yang sudah dikenal umum. Tujuannya untuk memperkenalkan sesuatu yang kurang atau belum dikenal kepada khalayak. Perhatikan contoh berikut. Teknik penceritaan dalam sastra modern bisa dianalogikan atau disamakan dengan cara kita bercerita kepada siapapun dalam suasana lisan. Ada kalanya kita memaparkan peristiwa, mdan ada kalanya kita mengalihkan pikiran tokoh yang kita ceritakan seolah-olah itu pikiran kita yang bercerita. Dalam sastra modern pun demikian pula. Ada teknik yang disebut wicara yang dilaporkan berupa dialog-dialog tokoh. Ada teknik wicara yang dinarasikan yaitu ketika pencerita memaparkan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh. Ada pula teknik wicara alihan yaitu ketika pencerita mengalihkan wicara tokoh seolah-olah wicaranya sendiri.
16
Perhatikanlah bagaimana teknik penceritaan sastra modern disamakan dengan cara kita bercerita dalam bahasa lisan dalam kehidupan sehari-hari. Harus diingat analog adalah cara penulis ‘memaparkan’ persoalan agar pembaca lebih memahami apa yang dipaparkannya. Kelima, metode contoh yaitu cara penulis me4ngembangkan gagasannya dengan cara mengemukakan sebuah contoh ut6 menjelaskan hal-hal umum atau generalisasi. Perhatikan contoh berikut. Penerapan teknologi itu harus diiringi pula oleh usaha mempersiapkan mental para pemakainya. Contohnya penggunaan boks telepon umum. Karena masyarakat kita belum siap atau belum memiliki kesadaran yang baik, boks telepon umum itu seringkali mereka pakai untuk buang air kecil atau kencing. Mungkin saja kita bisa memahami mereka karena kebelet pipis, tetapi kenapa harus kencing di boks telepon umum ? Sederhana bukan? Contoh terutama digunakan untuk mengkongkretkan persoalan. Contoh juga digunakan agar pembaca lebih mudah memahami gagasan umum penulisannya. Keenam, metode proses yaitu cara penulis mengembangkan gagasannya dengan mengurutkan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu atau urutan dari suatu kejadian atau peristiwa. Hal yang harus dilakukan penulis ialah pertama, mengetahui rincian secara menyeluruh; kedua, mengklasifikasikan proses sesuatu itu atas tahap-tahap; dan ketiga, menjelaskan tiap tahap secara detil dan tegas agar pembaca melihat keseluruhan proses dengan jelas. Perhatikan contoh berikut. Kecelakaan itu secara kronologis prosesnya sebagai berikut. Pertama, lampu stopan itu sudah menyala merah, tetapi supir sngkutan kota yang kami tumpangi itu tetap menerobotnya. Kedua, kami pun berusaha memperingatkan dengan berbagai cara, tetapi ia tidak menghiraukannya. Ketiga, dengan tiba-tiba fari arah
17
berlawanan ada sedan mau belok kiri, karena sedang itu dalam kecepatan tinggi lajunya, tidak bisa dihindari lagi tubrukan itupun terjasilah. Andai saja sedan itu tidak melaju dengan kencang, kendaraan itu bisa berhenti seperti kendaraan lainnya, sekalipun ia harus menyumpah-serapahi pengemudi angkot yang sembrono itu. Terakhir, aku tidak sadar setelah terjadi tubrukan itu, tahu-tahu aku sudah di rumah sakit bersama penumpang lainnya. Kami semua luka-luka. Perhatikanlah urutan dari awal hingga akhir kecelakaan itu. Penulis bersama penumpang lain menggambarkannya secara detil, hingga ia dan sesama penumpang harus dirawat. Ketujuh, metode sebab-akibat yaitu cara penulis mengembangkan gagasannya dengan mengemukakan rincian-rincian berupa akibat sesuatu sebab. Sebab sesuatu sebagai gagasan utamanya, akibat sebagai gagasan penjelasnya. Perhatikan contoh berikut. Anak-anak itu malas bekerja. Dapatkah mereka bertahan dalam kemalasan? Ketika mereka lapar. Karena mereka malas bekerja, mereka mencuri jemuran orang. Mereka jual pakaian orang dengan harga yang sangat murah. Keruan saja pembelinya curiga, tapi dibelinya juga seba tindakan pura-pura. Sementara ia menelepon polisi, para pencoleng itu makan di warung dengan enaknya. Ketika mereka selesai makan, polisi sudah menjemput mereka dengan brogol di tangan kanan dan pakaian orang di tangan kiri. Mereka tidak bisa mengelak. Karena malas bekerja sebagai sebab mengakibatkan mereka mencuri jemuran orang. Karena itu mereka ditankap dan ditahan Polisi. Dari satu sebab memang bisa mengakibatkan beberapa hal. Selain metode sebab-akibat, bisa juga dilakukan sebaliknya yaitu metode akibat-sebab. Sebab digunakan sebagai rinciannya, sementara itu akibat sebagai gagasan utamanya. Contohnya sebagai berikut. Mereka kini mendekam di penjara. Pertama, mereka mabuk-mabuk di tempat umum. Kedua, mereka membuat keributan di tempat umum. Ketiga, mereka membunuh orang-orang secara membabi buta. Terakhir, mereka melawan petugas ketika ditangkap. Itulah sebab-sebab mereka di penjara seumur hidup.
18
Jelas betul perbedaannya dengan metode sebab-akibat, bukan? Ini memang kebalikan dari metode sebab-akibat. VI. PENGEMBANGAN PARAGRAF (Lanjutan II) Kedelapan, metode umum-khusus yaitu cara penulis mengembangkan gagasannya dari hal-hal umum ke hal-hal khusus sebagai rinciannya. Perhatikan. Perhatikan contoh berikut. Anak-anak suka benar gula-gula. Mereka berusaha dengan berbagai cara. Kadang-kadang mereka sembunyi-sembunyi dari orang tuanya. Kadang-kadang pula mereka lupa bahwa mereka sembunyi-sembunyi, padahal sisa gula-gula itu masih menempel pada gigi mereka. Serinkali mereka juga lupa menyimpan gula-gula itu di saku bajunya. Kalimat kedua dan seterusnya merupakan rincian betapa anak-anak suka pada gula-gula. Itulah metode umum-khisis. Kebalikan dari metode ini yaitu metode khusus-umum. Ikutilah contoh berikut. Mereka senang sekali bermain bola sepak. Mereka kadang-kadang bermain seharian, lupa makan, tidur siang. Mereka juga senang membaca carita. Itulah dunia anak-anak, dunia bermain. Itulah dunia anak-anak, dunia bermain, merupakan simpulan atau hal umum dari hal-hal khusus yang merupakan rinciannya. Marilah kita beralih ke metode lainnya.
19
Kesembilan, metode klasifikasi yaitu cara penulis mengembangkan gagasannya dengan mengelompokkan hal-hal atau benda-benda yang dianggap memiliki persamaan. Kerja klasifikasi terutama mempersatukan sesuatu yang sama dan memisahkan hal yang beda, baru mengelompokkannya ke dalam hal yang sama. Ikutilah contoh berikut. Perhatikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan di dalamnya. Berdasarkan kecerdasannya, manusia dibagi atas empat kelompok. Pertama, manusia yang jenius. Kelompok ini sangat jauh melampaui manusia yang rata-rata. Kedua, orang-orang panda. Kelompok ini satu tingkat di atas kelompok rata-rata. Ketiga, kelompok rata-rata, yaitu kelompok yang kepandaiannya biasa-biasa. Kelompok terakhir yaitu kelompok lambat, yaitu kelompok manusia yang kepandaiannya di bawah rata-rata. Tampak benar berbagai kelompok kecerdasan itu masuk kelomponya karena memiliki kecerdasan yang sama. Sedangkan yang berbeda tingkat kecedasannya dipisahkan, kemudian dikelompokkan dengan mereka yang memiliki tingkat kecerdasan yang sama. Metode pengembangan paragraf yang terakhir adalah metode definisi luas yaitu cara penulis mengembangkan gagasannya dengan memberi keterangan atau arti suatu istilah. Bila definisi cukup satu kalimat, maka definisi luas harus dalam satu paragraf. Perhatikan contoh berikut. Karya sastra adalah ekspresi artistik manusia dengan menggunakan bahasa. Tidak semua artistik menggunakan bahasa, juga tidak semua ekspresi yang menggunakan bahasa adalah sastar. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan sastra atau karya sastra harus selalu dikaitkan antara ekspresi artistik di satu pihak dan dikaitkan antara ekspresi artistik di satu pihak dan penggunaan media bahasa di pihak lainnya. Dengan demikian, kita akan beroelh pemahaman yang benar.
20
Itulah definisi luas yang memang lebih luas daripada definisi formal. Definisi luas juga merupakan perluasan dari definisi formal. VII. PRA-MENULIS DAN KERANGKA KARANGAN Kegiatan menulis sesungguhnya merupakan proses panjang yang dimulai dengan kegiatan pramenulis hingga diakhiri kegitan menulis kembali. Pada bagian ini akan dirinci apa yang harus dilakukan pada kegiatan pramenulis itu. Kegiatan pramenulis meliputi dua kegiatan. Pertama, kegiatan membaca bahan-bahan yang relevan dengan topik yang akan kita tulis. Kedua, kegiatan merencanakan tulisan yang mau kita susun/ tulis. Kegiatan membaca bahan-bahan yang relevan akan mudah terarah bila kita sudah memiliki topik yang akan kita tulis. Makin spesifik topik yang akan kita tulis, makin terarah kegiatan membaca bahan-bahan yang relevan itu. Semakin kabur topik yang akan kita tulis, makin tidak terarah kegiatan membaca bahan yang relevan kita lakukan. Sesungguhnya kedua kegiatan pramenulis ini amat menuntut keluasan pengalaman membaca kita sebagai penulis. Bagaimanapun kedua kegiatan pramenulis ini saling berinteraksi satu sama lain. Dengan kata lain, resi prokal. Rencana karangan yang
21
akan kita tulis sangat tergantung kepada kegiatan membaca yang relevan tadi. Demikian pula kegiatan membaca bahan yang relevan amat tergantung kepada rencana karangan yang akan kita tulis. Misalnya kita menemukan ide yang cemerlang berdasarkan bacaan tadi, maka bisa saja kita mengubah, memperbaiki, mengurangi, menambah rencana yang sudah ditentukan semula. Itu lebih bagus. Kemudian kita pun mengubah kembali rencana karangan. Berdasarkan rencana karangan itulah kita dapat mencari bahan bacaan yang relevan. Demikianlah bolak-nalik terus menerus antara membaca bahan yang relevan dengan menulis rencana karangan, sampai kita benar-benar merasa cukup tidak lagi memperbaiki rencana karangan. Paling-paling yang kita lakukan bersiap-siap menulis berdasarkan rencana karangan yang sudah kita susun. Untuk menyusun sebuah rencana karangan yang baik, kita harus mengikuti langkah berikut. Pertama, tentukan dulu judul karangan yang akan kita tulis secara spesifik. Kedua, inventarisasi ide apapun yang muncul berkenaan judul yang spesifik tadi. Ketika meninventarisasi ide itu jangan sekali-kali kita mengoreksinya. Itu akan memperlambat pekerjaan kita. Setelah kita anggap cukup, berhentilah menginventarisasi ide. Koreksilah ide-ide itu berdasarkan relevansinya dengan judul yang akan kita tulis sebagai langkah ketiga. Keempa, kelompokkanlah ide-ide yang sudah terkoreksi itu berdasarkan klasifikasi tertentu. Dengan demikian, kita sudah memberi judul untuk ide-ide yang sejenis tadi. Terakhir urutkanlah pengelompokkan tersebut berdasarkan urutan yang benar. Dengan demikian, jadilah sebuah kerangka karangan. Bacalah bahan-bahan yang relevan berdasarkan kerangkan tersebut. Jangan bosan memperbaiki rencana karangan itu berdasarkan penelusuran bahan bacaan. Dengan demikian, rencana karangan itu relatif spesifik dan mendalam.
22
VIII. MENULIS, MENYUNTING, DAN MENULIS KEMBALI Setelah kita siap benar dengan rencana karangan, kita sudah siap menulis. Menulislah berdasarkan kerangka itu. Namun demikian, bila di tengah perjalanan kita menemukan ide cemerlang dan relevan dengan tulisan yang sedang kita tulis itu, tambahkanlah. Namun harus diingat, selama masih relevan dengan rencana dan memiliki dampak membuat tulisan kita makin mendalam hal itu baru boleh dilakukan. Sekali-sekali janganlah sambil kita menulis kita mengoreksi karangan/ tulisan kita. Hal itu akan memperlambat pekerjaan kita. Konsentrasilah penuh hanya pada tulisan yang sedang kita tulis. Konsentrasi kita teruji benar bila apapun gangguan yang menggoda kita kit6a masih bisa berkonsentrasi pada tulisan kita. Setelah kita selesai menulis, barulah kita memasuki tahap berikutnya, yaitu tahap penyuntingan. Secara sederhana tahap penyuntingan ditujukan kepada dua hal. Pertama, pada isi karangan/tulisan yang baru kita tulis. Kedua, pada persoalan tatatulis atau ejaan yang kita pergunakan.
23
Penyuntingan terhadap isi karangan/tulisan tertuju kepada tiga hal. Pertama, pada pengembangan paragraf yang kita pergunakan dalam tulisan itu. Pertanyaan yang bisa kita ajukan: benarkah?, bervariasikah/ Kedua, pada persoalan koherensi atau kepaduan keseluruhan paragrafnya. Ketiga pada persoalan kohesivitas atau kesatuan paragraf-paragrafnya. Gunakanlah tinta yang warnanya berbeda dengan warna tinta yang kita gunakan untuk menulis agar kegiatan penyuntingan yang kita lakukan tampak hasilnya secara jelas. Penyuntingan terhadap tatatulis kita lakukan dengan tinta yang berbeda pula. Bila kita ragu, bukalah buku pedoman ejaan dari pihak yang memiliki otoritas. Tandailah kesalahan-kesalahan itu secara jelas. Bentuk tandanya terserah kita. Periksa kembali sudahkah kita paham di mana kita melakukan kesalahan dan memperbaikinya. Berilah catatan perbaikan itu (isi dan ejaan) di dekat tulisan yang kita perbaiki. Tahap berikutnya yaitu menulis kembali. Lakukanlah kegiatan ini setelah kita yakin benar bahwa kesalahan isi dan tatatulis sudah kita perbaiki. Menulislah dengan teliti karena ketelitian itu akan mereferensikan pemiliknya.

Pengertian Menulis Wacana Fiksi

Menulis yang dianggap paling tinggi adalah menulis kreatif. Karya fiksi adalah karangan imajinatif yang memberikan kesempatan kepada Anda untuk belajar menuangkan seluruh ide, khususnya imajinasi Anda, yang banyak dan berserakan di benak setiap orang. Jadi menulis wacana fiksi adalah kegiatan menciptakan bentuk tulisan yang disusun menggunakan kalimat dengan makna lengkap dan utuh diolah dari hasil pemikiran penulisnya.

Wacana dimaknai oleh beberapa kalangan sebagai gagasan awal yang belum matang dan dengan sengaja dilontarkan untuk memperoleh tanggapan (Dadang, dalam Pudji Santosa 2007 ; 8.21). Pengertian wacana tersebut berhubungan dengan istilah wacana yang sekarang sedang muncul ke permukaan, seperti ” Wah, itu kan baru wacana saja. ”Sementara itu Hasan Alwi (2000 : 41) mengemukakan pengertian wacana dari sisi bahasa adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi antar- kalmat-kalimat itu. Pengertian wacana tersebut dapat disimpulkan sebagai kumpulan kalimat yang memiliki satu makna utuh baik dalam susunan kalimatnya maupun dalam kandungan makna yang menyertainya.

Dalam kegiatan bahasa tulis biasanya wacana dikenal dengan berbagai ragam yaitu wacana pemaparan (eksposisi), wacana pemerian (deskripsi), wacana penceritaan (narasi), wacana pembuktian (argumentasi), dan wacana peyakinan (persuasi),

Wacana yang kini disajikan adalah bagian dari wacana penceritaan (narasi).

Pengertian Fiksi

Kata fiksi diturunkan dari bahasa Latin ficti, fictum, yang berarti ”membuat, membentuk, mengadakan, dan menciptakan”. Dengan demikian dapat dianalogikan bahwa kata benda fiksi dalam bahasa Indonesia secara singkat berarti ” sesuatu yang dibentuk, sesuatu yang dibuat, sesuatu yang diciptakan , sesuatu yang diimajinasikan (Tarigan dalam Sayuti :2007, hal 1.3)

Istilah fiksi mengandung pengertian cerita rekaan atau cerita khayalan. Karya fiksi disebut cerita rekaan karena sebagai karya naratif, isi yang terkandung di dalamnya tidak mengacu pada kebenaran sejarah (Abrams dalam Sayuti: 2007, hal 1.3). Karya fiksi menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata. Fiksi adalah sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi di dunia nyata (Nurgiantoro, 2000:2). Dengan demikian kebenaran yang terdapat di dalam karya fiksi tidak harus sama dan memang tidak perlu disamakan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang diyakini ”keabsahannya” sesuai dengan pandangan pengarang terhadap masalah hidup dan kehidupan.

Pada sisi yang lain, aspek kebenaran itu juga digunakan sebagai salah satu ukuran untuk menentukan kualitas suatu karya sastra. Karya sastra akan dinilai baik jika di dalamnya terkandung unsur kebenaran, yakni mampu membayangkan atau merefleksikan kehidupan atau peristiwa kehidupan yang (pernah dan akan atau dimungkinkan) terjadi. Artinya, apa yang diungkapkan dalam dan lewat karya sastra bukan merupakan hasil lamunan atau khayalan belaka. Bahkan istilah fiksi bertolak belakang dengan istilah realitas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karya fiksi merupakan istilah lain untuk menyebut cerita rekaan. Bahkan istilah prosa dalam pengertian kesastraan sering juga disebut dengan istilah fiksi (fiction).

Jadi wacana fiksi adalah wacana yang mengemukakan dunia imajinasi hasil kreativitas pengarang. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia hidup, dan kehidupan. Wacana fiksi pada dasarnya merupakan hasil pengungkapan kembali berbagai permasalahan yang dialami dan dihayati oleh pengarang. Oleh karena itulah, wacana fiksi dapat diartikan sebagai rangkaian kalimat mengenai kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar, serta tahapan, dan rangkaian cerita yang bertolak dari hasil imajinasi pengarang.

Tema yang diusung mengenai berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksi dengan dirinya sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Bahan yang dijadikan sumber fiksi adalah hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Dengan kata lain, penciptaan wacana fiksi memang bertolak dari kehidupan keseharian. Walaupun untuk ukuran kita sebagai calon penulis pemula, tidak mudah mengungkapkannya, tetapi bagi

para sastrawan hal itu bukan kendala, karena sastrawan adalah manusia-manusia bijak yang mampu menjelajahi sisi-sisi wilayah yang paling dalam dari aspek kehidupan. Seringkali wilayah-wilayah itu tidak dapat digapai oleh masyarakat awam pada umumnya. Meskipun tulisan ini tidak bermaksud mencetak Anda menjadi sastrawan tetapi pengalaman berlatih yang disajikan diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuhnya minat pembaca dalam menulis fiksi sederhana.

Lingkup wacana fiksi sederhana yang akan disajikan mengingat tujuan mata kuliah ini memberikan pelatihan bagi kita semua terutama mereka yang ingin belajar menulis yang sampai saat ini belum berani mencoba. Sebagai latihan kiranya sangat baik jika dimulai dari tingkat yang sederhana.

Di samping itu, wacana fiksi sering sarat muatan moral, sosial, dan psikologi. Dengan memahami wacana seperti itu ada kemungkinan orang lebih cepat mencapai kematangan sikap. Pada wacana fiksi pembaca sering diajak memasuki segala macam situasi sehingga setidaknya akan ada orang yang dapat menempatkan diri pada kehidupan yang lebih luas dari pada situasi dirinya yang nyata.

Jadi menulis wacana fiksi adalah kegiatan menciptakan karya tulis berdasarkan hasil pemikiran penulis dengan menggunakan kalimat-kalimat yang susunan serta maknan yang utuh. Kegiatan menulis fiksi ini sering juga disebut kegiatan kreatif, karena tulisan yang dihasilkan adalah utuh hasil pemikiran yang luas dan teliti mengenai sisi kehidupan manusia.

Bentuk Wacana Fiksi

Berdasarkan bentuknya, secara sederhana jenis wacana fiksi dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu

(1) novel yaitu suatu cerita prosa yang fiktif dengan panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan yang representatif dalam suatu alur atau keadaan.

(2) novelette yaitu berasal dari kata novelette yang diturunkan dari kata novel dengan penambahan sufiks – ette, yang berarti kecil. Dengan singkat dapat dinyatakan bahwa novelet mengandung pengertian novel kecil.

(3) cerita pendek (short story) yaitu penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca.

Senin, 14 Februari 2011

MANTIQ AL-TAYR ATAU PARLEMEN BURUNG

Abdul Hadi W. M.

Salah satu karya sufi yang dianggap masterpiece ialah Mantiq al-Tayr (Parlemen Burung). Sebagai sebuah alegori pengarangnya memaparkan maqam-maqam (tanjakan-tanjakan rohani) dan ahwal (keadaan-keadaan jiwa) yang dialami seorang penempuh jalan kerohanian (ahli suluk) dalam mencapai kebenaran tertinggi. Jalan kerohanian sufi sering disebut sebagai Jalan Cinta dan Makrifat, karena tidaklah heran jika tema sentral sastra sufi adalah cinta (mahabbah atau `isyq).


Untuk cinta para sufi awal seperti Rabiah al-Adawiyah menggunakan kata ‘mahabbah. Menurut sebagian ahli tasawuf kata-kata ini berakar dari kata hubb dan sebagian lagi bependapat dari kata hibb. Kata ‘hubb’ memiliki arti kendi yang isinya penuh sehingga tidak ada air lagi yang dapat dituangkan ke dalamnya. Orang yang mencintai juga demikian, tidak ada lagi tempat dalam hatinya bagi yang lain. Kata ‘hibb’ di lain hal berarti bibit unggul yang ditanam di tanah yang tandus maupun subur sama saja akan tumbuh. Begitu pula dengan cinta, ia tidak mengenal ruang dan aktu serta keadaan, jika tumbuh akan terus tumbuh.
Sedangkan kata-kata ‘isyq berarti cinta berahi, cinta yang meluap-luap. I antara sufi dan filosof awal yang menggunakan istilah ini ialah Im Sina dan Ibn `Arabi. Istilah ini kemudian secara intensif digunakan oleh para sufi Persia dan Arab seperti Syekh Hakim Sana’i, Fariduddin `Attar, Ibn Faried, Rusbihan al-Baqli, Jalaluddin Rumi, `Iraqi, dan lain-lain.

`Attar dan Karyanya
Farriduddin al-`Attar nama lengkapnya ialah Fariduddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim, dilahirkan di Nisyapur pada tahun 1142 M dan wafat di kota yang sama pada tahun 1230 M. Menurut cerita sang sufi mati dibunuh oleh tentara Mongol, yang pada tahun 1220 M menyerbu Nisyapur. Dia lebih dikenal sebagai al-`Attar atau `Attar, yang artinya pembuat minyak wangi (parfum) dan obat-obatan (farmasi). Setengah riwayat menceritakan bahwa dia berubah pikiran untuk menjadi seorang sufi setelah mengalami peristiwa ganjil dalam hidupnya.
Pada suatu hari `Attar, bersama-sama seorang rekannya, sedang duduk di depan kedainya. Tiba-tiba datanglah seorang darwis (sufi pengembara) yang melihat ke dalam kedainya. Ketika sang darwis menghirup bau parfum dia menarik nafas panjang dan menangis. `Attar mula-mula berfikir bahwa faqir itu hendak meminta belas kasihan, lalu dia mengusir dari kedainya. Faqir itu kemudian menjawab, “Tidak ada yang dapat menghalang saya untuk meninggalkan tokomu ini. Tak sukar pula bagiku untuk mengucap selamat tinggal kepada dunia yang bobrok ini. Apa yang ada padaku hanyalah jubah bulu domba yang lusuh ini. Tetapi bagaimana dengan kau? Aku sangat kasihan justru pada kau. Bisakah kau mengubah pendirianmu tentang kematian dan bagaimana kau dengan lapang dada mau meninggalkan harta kekayaanmu yang berlimpah ini?”
`Attar terperangah, tetapi kemudian dengan spontan dia menjawab, ”Aku mau hidup sederhana dan karenanya sanggup meninggalkan harta bendaku ini untuk mencari kebenaran. Faqir itu berkata, ”Kuharap kau mau menjadi faqir dan bebas dari belenggu dunia!”. `Attar kembali terkejut, sebab setelah mengucapkan kata-kata itu sang faqir terjatuh dan setelah diperiksa sudah tidak bernyawa lagi. Kejadian ini memberikan pengaruh mendalam kepada `Attar. Selang beberapa hari kemudian dia meninggalkan Nisyapur dan mengembara ke berbagai kota untuk menemui guru-guru tasawuf yang terkemuka pada zaman itu. Sejumlah toko parfum miliknya dia serahkan kepada sanak saudaranya. Banyak guru dia temui, antara lain yang paling banyak memberi bimbingan kerohanian ialah sufi terkemuka Syekh Bukh al-Din.
Selama bertahun-tahun dalam pengembaraannya, `Attar menjalani hidupnya sebagai seorang darwish. Dia akhirnya kembali ke kota kelahirannya dan masa-masa akhir hayatnya sebagai guru kerohanian dan saudagar minyak wangi di kota kelahirannya. Dia bukan saja sukses dan tenar sebagai ahli tasawuf dan sastrawan, tetapi juga sebagai usahawan. Kekayaannya bertambah-tambah, tetapi tidak menyebabkan dia terbelenggu oleh masalah keduniaan. Sebaliknya dengan harta yang diperolehnya dia dapat mendirikan sekolah, pesantren, zawiyah, dan membesarkan gerakan tasawuf yang dipimpinnya. Pada masa ini pulalah karya-karyanya ditulis.
`Attar termasuk penulis yang subur pada zamannya. Dalam karya-karyanya dia banyak mengambil dan menyajikan semula ucapan Nabi Muhammad s.a.w. dan ucapan guru-guru sufi yang masyhur. Hal itu dimaksudkan karena ucapan-ucapan tersebut dapat mengukuhkan keimanan dan aspirasi pembacanya, serta dapat meruntuhkan kesombongan dirinya. `Attar sangat menyukai ucapan-ucapan spiritual para sufi, serta kisah-kisah mereka yang sangat berfaedah untuk pengajaran dan pendidikan akhlaq, sejak pada masa muda lagi. Terlebih-lebih, menurut `Attar, karya-karya yang berkenaan spiritualiti sangat penting ditulis pada zaman di mana dunia dikuasai oleh pemimpin-pemimpin yang jahat, haloba, tidak jujur dan tidak adil. Sedangkan manusia-manusia yang memiliki kearifan dan dapat membimbing manusia di jalan benar telah dilupakan banyak orang.
Di antara karyanya yang masyhur ialah Thadkira al-`Awliya (Anekdot Para Wali), Musibat-Namah (Kitab tentang Bencana), Ilahi-Namah (Kitab Ketuhanan atau Kesucian), Mantiq al-Tayr (Persidangan atau Musyawarah Burung), Asrar-namah (Kitab Rahasia Ketuhanan), dan banyak lagi. Sajak-sajaknya sebagian besar dia dalam bentuk qasidah (pujian), ghazal (sajak cinta) dan ruba`i (sajak empat baris berisi renungan atau pemikiran). Di antara qasidahnya yang terkenal ialah sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad s.a.w. (madaih al-nabawiya) yang sampai sekarang dinyanyikan dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad di negeri-negeri berbahasa Persia.
Mantiq al-Tayr menceritakan.penerbangan burung-burung mencari raja diraja mereka Simurgh yang berada di puncak gunung Qaf yang sangat jauh dari tempat mereka berada. Perjalanan itu dipimpin oleh Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman a.s. yang melambangkan guru sufi yang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi. Sedangkan burung-burung melambangkan jiwa atau roh manusia yang gelisah disebabkan kerinduannya kepada Hakekat Ketuhanan. Simurgh sendiri merupakan lambang diri hakiki mereka dan sekaligus lambang hakekat ketuhanan. Perjalanan itu melalui tujuh lembah, yang mrrupakan lambang tahap-tahap perjalanan sufi menuju cinta ilahi. Dalam tiap tahapan (maqam) seorang penempuh jalan akan mengalami keadaan-keadaan jiwa/rohani (ahwal, kata jamak dari hal). Uraian keadaan rohani yang disajikan `Attar menarik karena menggunakan kisah-kisah perumpamaan. Pada akhir cerita `Attar menyatakan bahwa ternyata hanya tiga puluh ekor burung (si-murgh) yang mencapai tujuan, dan Simurgh tidak lain ialah hakekat diri mereka sendiri.
Lembah-lembah yang dilalui para burung itu ialah: Pertama, lembah talab atau pencarian. Di lembah ini banyak kesukaran, rintangan dan godaan dijumpai oleh seorang salik (penempuh jalan) . Untuk mengatasinya seorang salik harus melakukan berbagai ikhtiar besar dan harus mengubah diri sepenuhnya, dengan membalikkan nilai-nilai yang dipegangnya selama ini. Kecintaan pada dunia harus dilepaskan, baru kemudian ia dapat terselamatkan dari bahaya kehancuran diri dan sebagai labanya dapat menyaksikan cahaya kudus Keagungan Ilahi. Hasrat-hasrat murni kita dengan demikian juga akan berlipat ganda. Seseorang yang berhasil mengatasi diri jasmani dan dunia akan dipenuhi kerinduan kepada yang dicintai dan benar-benar mengabdikan diri kepada Kekasihnya. Tidak ada masalah lain baginya kecuali mengejar tujuan murni hidupnya dan dia pun tidak takut kepada naga-naga kehidupan, yaitu hawa nafsunya. Ia tidak mempermasalahkan lagi keimanan dan kekufuran, sebab dia telah berada dalam Cinta. Kata `Attar, “Apabila kau gemar memilih di antara segala sesuatu yang datang dari Tuhan, maka kau bukan penempuh jalan yang baik. Apabila kau suka memandang dirimu sendiri dimuliakan karena memiliki intan dan emas segudang, dan merasa dihinakan karena hanya memiliki setumpuk batu, maka Tuhan tidak akan menyertaimu. Ingatlah, jangan kau sanjung intan dan kau tolak batu, karena keduanya berasal dari Tuhan. Batu yang dilemparkan oleh kekasih yang setia lebih baik dari intan yang dijatuhkan oleh seorang wanita perusak rumah tangga.”
Di lembah pencarian seseorang harus memiliki cinta dan harapan. Dengan cinta dan harapan orang dapat bersabar. Kata `Attar, “Bersabarlah dan berusahalah terus dengan harapan memperoleh petunjuk jalan (hidayah). Kuasailah dirimu dan jangan biarkan kehidupan lahiriah dan jasmaniah menawan serta menyesatkanmu!”
Kedua, lembah Cinta (`isyq). `Attar melambangkan cinta sebagai api yang bernyala terang, sedangkan pikiran sebagai asap yang mengaburkannya. Tetapi cinta sejati dapat menyingkirkan asap. Di sini `Attar mengartikan cinta sebagai penglihatan batin yang terang, sehingga tembus pandang, artinya dapat menembus bentuk-bentuk formal kemudian menyingkap rahasia-rahasia terdalam dari ciptaan. Orang yang cinta tidak memandang segala sesuatu dengan mata pikiran biasa, melainkan dengan mata batin. Hanya dia yang telah teruji dan bebas dari dunia serta kungkungan benda-benda, berpeluang memiliki penglihatan terang. Caranya ialah dengan penyucian diri.
`Attar sendiri mengatakan, “Dia yang menempuh jalan tasawuf hendaknya memiliki seribu hati, sehingga setiap saat ia dapat mengurbankan yang satu tanpa kehilangan yang lain.” Di sini Cinta dikaitkan dengan pengurbanan. Para sufi merujuk kepada kepatuhan Nabi Ismail a.s. kepada perintah Tuhan. yang bersedia dijadikan qurban oleh ayahnya Nabi Ibrahhim. a.s. Peristiwa inilah yang dijadikan landasan upacara Idul Qurban. Kata-kata qurban berasal dari qurb yang berarti hampir atau dekat. Jadi berkurban dalam cinta berarti berusaha memperdekat langkah kita untuk mencapai tujuan, yaitu Cinta Ilahi.
Salah satu ciri cinta sejati ialah dicapainya penglihatan hati yang terang. Dalam keadaan seperti itu seorang sufi memiliki pandangan yang visioner, dan mampu memahami hakekat terdalam kehidupan. Karena dapat melihat dari arah hakekat, maka seorang pencinta dapat memiliki gambaran yang berbeda dari orang lain tentang dunia dan kehidupan Pencinta sejati bebas dari kungkungan bentuk-bentuk lahir. `Attar menuturkan kurang lebih sebagai berikut:

Ketahuilah wahai yang tak pernah diberi tahu!
Di antara pencinta, burung-burung itu telah bebas
Dari kungkungan sangkarnya sebelum ajal mereka tiba
Mereka memiliki perkiraan dan gambaran lain tentang dunia
Mereka memiliki lidah dan tutur yang berbeda pula
Di hadapan Simurgh mereka luluh dan bersimpuh
Mereka mendapat obat demi kesembuhan mereka dari penyakit
Sebab Simurgh mengetahui bahasa sekalian burung

Ketaatan kepada orang yang dicintai merupakan tanda seorang pencinta sejati. Namun demikian di jalan Cinta banyak sekali godaan dijumpai oleh seorang pencinta. Dalam Mantiq al-Tayr `Attar memberi contoh kisah Syekh San`an dan Gadis Yunani beragama Kristen. Ketika menjadi pencinta Syekh San`an menuruti perintah kekasihnya, dia memeluk agama Kristen dan ketika Putri Yunani itu menjadi pencinta dia mengikuti jejak kekasihnya, mencari Syekh San`an di Mekkah dan memeluk agama Islam di sana. Kembalinya Syekh San`an ke agama Islam ialah berkat doa para pengikutnya yang tak kenal lelah memohon kepada Tuhan agar guru mereka diberi petunjuk. Tampaknya usaha itu tidak membuahkan hasil, bahkan Syekh San`an semakin larut dalam agama yang baru dipeluknya. Namun sekali lagi Tuhan turun tangan. Syekh San`an bermimpi berjumpa Nabi Muhammad s. a. w. yang menyuruhnya datang ke Mekkah. Setibanya di Mekkah Syekh San`an dan ratusan pengikutnya disambut oleh ratusan orang Islam termasuk sahabat-sahabat dekatnya. Di hadapan Ka`bah Syekh pun bertobat dan berikrar untuk kembali ke jalan benar. Putri Yunani yang ditinggalkan menjadi sangat rindu, dan kemudian menyusul ke Mekkah, di mana dia memeluk agama Islam dengan disaksikan Syekh San`an dan para pengikutnya.

CINTA ILAHI DALAM TASAWUF MENURUT FARIDUDDIN 'ATTAR

Tasawuf ialah bentuk kebajikan spiritual dalam Islam yang dikemas dengan filsafat, pemikiran, ilmu pengetahuan dan disiplin kerohanian tertentu berdasarkan syariat Islam. Jalan-jalan kerohanian dalam ilmu tasawuf dikembangkan dengan tujuan membawa seorang sufi menuju pencerahan batin atau persatuan rahasia dengan Yang Satu. Di sini jelas bahwa landasan tasawuf ialah tauhid. Menurut keyakinan para sufi, apabila kalbu seseorang telah tercerahkan dan penglihatan batinnya terang terhadap yang hakiki, maka ia berpeluang mendapat persatuan rahasia (fana’) dengan Yang Hakiki. Apabila demikian maka dia akan dapat merasakan pengalaman paling indah, yaitu hidupnya kembali jiwa dalam suasana baqa` (kekal). Ia lantas tahu cara-cara membebaskan diri dari kesementaraan alam zawahir (fenomenal) yang melingkungi hidupnya, serta merasakan kedamaian yang langgeng sifatnya.

Ikhtiar untuk mencapai keadaan rohani (ahwal, kata jamak dari hal) semacam itu dimulai dengan mujahadah, yaitu perjuangan batin melawan kecendrungan nafsu rendah yang dapat membawa kepada pengingkaran terhadap Yang Haqq. Ujung perjalanan melalui mujahadah disebut musyahadah, yaitu penyaksian secara batin bahwa Tuhan benar-benar satu, tiada kesyakan lagi terhadap-Nya. Jadi yang terbit dari keadaan musyahadah ialah haqq al-yaqin. Jiwa yang menerima keadaan rohani semacam itu disebut faqir, yaitu kesadaran tidak memiliki apa pun selain cinta kepada-Nya dan karenanya bebas dari kungkungan selain Dia.

Ini tidak berarti seorang faqir tidak mempunyai perhatian kepada yang selain Dia, yakni alam sekitarnya, dunia dan sesamanya, tetapi semua itu dilihat dengan mata hati yang terpaut kepada Dia semata. Dengan demikian seseorang tidak hanya terkungkung oleh bentuk-bentuk dan penampakan zahir kehidupan, tanpa melihat hakekat dan hikmah yang dikandung dalam semua peristiwa dan kejadian.

Dalam Mantiq al-Tayr karangan Fariduddin `Attar digambarkan secara simbolik bahwa jalan kerohanian dalam ilmu Tasawuf ditempuh melalui tujuh lembah (wadi), yaitu: lembah pencarian (talab), cinta (`isyq), makrifat (ma`rifah), kepuasan hati (istighna), keesaan (tawhid), ketakjuban (hayrat), kefakiran (faqr) dan hapus (fana`). Namun `Attar menganggap bahwa secara keseluruhan jalan tasawuf itu sebenarnya merupakan jalan cinta, dan keadaan-keadaan rohani yang jumlahnya tujuh itu tidak lain adalah keadaan-keadaan yang bertalian dengan cinta. Misalnya ketika seseorang memasuki lembah pencarian. Cintalah sebenarnya yang mendorong seseorang melakukan pencarian. Adapun kepuasan hati, perasaan atau keyakinan akan keesaan Tuhan, serta ketakjuban dan persatuan mistik merupakan tahapan keadaan berikutnya yang dicapai dalam jalan cinta.

Banyak orang berpendapat bahwa para sufi mengingkari pentingnya akal dan pikiran dalam menjawab soal-soal kehidupan. Pernyataan ini tidak benar sama sekali. Syah Nikmatullah Wali dalam menerangkan bahwa akal dan cinta merupakan dua sayap dari burung yang sama, yaitu jiwa. Katanya:

Akal dipakai untuk memahami
Keadaan manusia selaku hamba-Nya
Cinta untuk mencapai kesaksian
Bahwa Tuhan itu Satu

Pengakuan akan keesaan hanya diperuntukkan bagi Allah s. w. t. Sedangkan makrifat diperuntukkan orang yang telah mencapai hakekat. Cinta adalah penghubung atau pengikat antara kita dengan-Nya. Jadi cinta ialah pengikat, penghubung, laluan, tangga naik menuju Tauhid. Di mana saja Cinta menjelaskan bahwa tujuan hanya satu, yaitu kemutlakan dan kebenaran Yang Haqq. Cinta di sini dapat dipandang sebagai metode.

Sebagai bentuk spiritualitas Islam, Tasawuf pada mulanya muncul sebagai gerakan zuhud, yaitu sikap mengingkari gejala kemewahan dan materialisme yang berlebihan dengan memperbanyak ibadah. Gejala materialisme dan kecendrungan akan kemewahan melanda masyarakat kelas atas dan menengah Muslim pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Sebagai gerakan zuhud Tasawuf menekankan kepada sikap tawadduk dan tawakkal. Pada akhir abad ke-8 M gerakan ini mengubah diri menjadi Jalan Cinta, yang dipelopori oleh Rabi`ah al-Adawiyah, Dhun Nun al-Misri, Harits al-Muhasibi dan lain-lain. Istilah yang digunakan untuk cinta ialah mahabbah dan penggunaan istilah ini didasarkan pada ayat al-Qur`an 5:57, “yuhibbukum wa yuhibunakum” (Dia mencintai mereka dan/sebagaimana mereka mencintai-Nya.

Pada akhir abad ke-9 dan 10 M, dengan munculnya tokoh terkemuka seperti Hasan al-Nuri, Bayazid al-Bisthami dan Mansur al-Hallaj, untuk cinta dipergunakan istilah yang lebih dalam pengertiannya, yaitu `isyq, yang berarti cinta berahi. Kata-kata ini diambil dari Hadis “`asyiqani wa asyiqtuhu” yang menurut Ibn Sina menjelaskan bahwa puncak dari cinta sejati ialah persatuan mistikal (rahasia) dengan Dia yang dicintai.

Bersamaan dengan itu, terutama dengan munculnya al-Hallaj. semakin disadari bahwa pengalaman cinta ternyata tidak hanya merupakan keadaan jiwa atau rohani yang diliputi oleh sejenis perasaan, seperti kegairahan dan kemabukan mistikal (wajd dan sukr). Dalam pengalaman cinta yang bersifat transendental seseorang juga belajar mengenal dan mengetahui lebih mendalam yang dicintai, dan dengan demikian cinta juga mengandung unsur kognitif. Bentuk pengetahuan yang dihasilkan oleh cinta ialah makrifat dan kasyf, tersingkapnya penglihatan batin. Di sini seorang ahli Tasawuf telah mencapai hakekat dan melihat bahwa hakekat yang tersembunyi di dalam segala sesuatu sebenarnya satu, yaitu wujud dari Pengetahuan, Keindahan dan Cinta-Nya.

Walaupun istilah `isyq tidak terdapat dalam al-Qur`an, namun para sufi memandang perkataan itu tidak bertentangan artinya dengan mahabbah. Menurut Rumi, `isyq ialah mahabbah dalam peringkat yang lebih tinggi dan membakar kerinduan seseorang sehingga bersedia menempuh perjalanan jauh menemui Kekasihnya. Dalam bahasa Melayu istilah `isyq untuk pertama kalinya digunakan oleh Hamzah Fansuri dalam sajak-sajak sufistik dan risalah tasawufnya Syarab al-`Asyiqin. (Minuman Orang Berahi). Minuman orang berahi itu ialah anggur atau serbat Tauhid, dan pembawa piala anggurnya ialah Dia.

Banyak ayat al-Qur`an yang menekankan keutamaan cinta. Misalnya Q 19:97 di mana Allah berfirman bahwa Dia akan mengaruniakan cinta kepada orang beriman yang berbuat kebajikan. Selain mengandung dimensi religius, ayat ini mengandung dimensi moral/sosial.

Sebelum menguraikan penjelasan `Attar dalam Mantiq al-Tayr, sebuah alegori sufi yang masyhur, saya akan mengantarkannya dengan membahas pengertian cinta yang diterima secara umum di kalangan ahli tasawuf. Ada dua katagori cinta yang dibahas para sufi, khususnya oleh kalangan wujudiyah, yaitu: (1) Cinta Ilahi itu sendiri, dan (2) Cinta mistikal atau kesufian. Cinta mistikal mengandung jalan menuju persatuan mistikal dan makrifat, dan ia merupakan bentuk pengalaman religius yang tinggi dengan beberapa keadaan rohani yang menyertainya.

Cinta ilahi yang dimaksud para sufi ialah Wujud-Nya ketika turun dari alam Dzat-Nya yang tak dikenal, yaitu alam hahut, menuju alam ketuhanan (alam lahut) di mana Dia mulai memunculkan Diri sebagai Khaliq atau Pencipta, dan selanjutnya dikenal sebagai Rabb al-`Alamin, Penguasa sekalian alam. Para sufi merujukkan konsep mereka tentang Tuhan sebagai wujud tunggal, yaitu Sifat-sifat-Nya dan Pengetahuan-Nya yang meliputi alam semesta, kepada beberapa ayat al-Qur`an dan Hadis qudsi.

Hadis qudsi yang dijadikan rujukan ialah, “Kuntu kanzan makhfiyyan ahbabtu an u`rafa...” (Aku ialah Harta Tersembunyi, Aku cinta supaya dikenal...). Para sufi memandang Harta Tersembunyi (kanz makhfiyy) sebagai lautan ilmu-Nya yang tak terhingga luasnya. Di sini dikatakan Tuhan mencipta alam semesta dan makhluq-makhluq yang lain didorong oleh cinta-Nya kepada pengetahuan-Nya yang tersembunyi dan bentuk cinta yang mendorong itu berupa kehendak agar ilmu-Nya dikenal. Dengan demikian Cinta merupakan prinsip penciptaan dan sekaligus penampakan Wujud Tuhan yang asali. yang termanifestasikan dalam rahmat-Nya. Rahmat Tuhan terdiri dari dua, rahmah dzatiyyah atau essensial, yaitu rahman, dan rahmah wujub atau wajib, disebut rahim. Jadi cinta ilahi yang dimaksud para sufi termaktub dalam kalimah Basmallah.

Cinta Tuhan yang pertama disebut rahmat esensial oleh sebab dilimpahkan kepada semua makhluq-Nya dan seluruh umat manusia tanpa mengenal ras, bangsa, kaum dan agama. Sedang rahmat wajib, yaitu kasih atau rahim-Nya, hanya dilimpahkan pada orang-orang tertentu yang dipilih-Nya, yaitu mereka yang tawakkal, beriman dan berbuat kebajikan di muka bumi

Ayat al-Qur`an yang melukiskan tentang penciptaan awal, yaitu “Kun fayakun!” (Jadilah! Maka menjadi!) dijelaskan melalui Hadis di atas. Kehendak Tuhan untuk menjadikan atau menciptakan alam semesta dengan segala isinya didorong oleh cinta kepada kanz makhfiyy-Nya, yaitu hikmah atau ilmu-Nya yang tak terhingga dan belum dikenal. Karena itu dalam metafisika sufi Tuhan sebagai Khaliq disebut juga Wujud, Ilmu (dan karena mempunyai `Ilmu maka Dia Maha Mengetahui atau `Alim). Sebutan lain ialah Syuhud (Kesaksian) dan karena mempunyai kesaksian terhadap Wujud dan Ilmu-Nya, maka Dia Maha Melihat. Dengan Ilmu-Nya penciptaan muncul dari alam ketiadaan dan kegelapan, dan diterangi. Karena itu Tuhan disebut sebagai Cahaya (Nur) di atas cahaya, sebagaimana .disebut dalam Surah al-Nur.

Dengan demikian Cinta ilahi ialah wujud-Nya, dan Wujud-Nya ialah Sifat-sifat-Nya yang diringkas dalam al-rahman dan al-rahim, juga Pengetahuan-Nya dan Nur-Nya, yang meliputi alam semesta. Cinta ilahi juga merupakan rahasia penciptaan (sirr al-khalq) atau sebab penciptaan (illah al-khalq). Ayat lain yang dijadikan rujukan ialah al-Qur`an 65:12, yang maksudnya, “Allah lah yang mencipta tujuh langit dan bumi. Perintah Allah berlaku kepada mereka agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”

Mengenai cinta pada manusia ada dua macam, yaitu cinta mistikal/rohani dan cinta alami/kodrati. Cinta mistikal tertuju kepada Tuhan, cinta kodrati tertuju kepada sesama manusia dan lingkungan sekitar. Cinta jenis kedua ini dapat dijadikan tangga naik menuju cinta mistikal, dan sebaliknya cinta mistikal dapat mengubah bentuk-bentuk cinta yang kedua menjadi lebih tinggi. Pelaksanaan cinta kedua ini dirumuskan oleh al-Qur`an dengan istilah amar makruf nahi mungkar atau solidarits sosial yang bertujuan membentuk lingkungan masyarakat yang diridhai Tuhan, berkeadilan, beradab dan berperikemanusiaan.

Cinta mistikal merupakan kecendrungan yang tumbuh dalam jiwa manusia terhadap sesuatu yang lebih tinggi dan lebih sempurna dari dirinya, baik keindahan, kebenaran maupun kebaikan yang dikandungnya. Ada beberapa ayat al-Qur`an yang dijadikan rujukan terhadap cinta semacam ini. Pertama ayat yang mengemukakan tentang wajibnya manusia mencintai Tuhan supaya manusia mengenal kedudukannya sebagai khalifah-Nya di muka bumi dan sekaligus sebagai hamba-Nya, atau supaya manusia mengenal dirinya yang hakiki sebagai mahluk spiritual dan asal-usul kerohaniannya, serta kewajiban-kewajibannya dalam memenuhi cintanya tersebut. Memenuhi kewajibannya dalam cinta berarti melakukan perjalanan naik atau transendensi, menembus yang formal menuju yang hakiki.

Para sufi menyebut perjalanan mendaki dari bentuk formal atau syariat kepada yang hakiki atau makrifat sebagai taraqqi. Istilah ini ada kaitannya dengan sebutan tariqat. Perjalanan mendaki tersebut oleh Rumi disebut sebagai ‘perjalanan dari diri ke diri’, yakni dari diri dalam kedudukan rendah menuju diri dalam kedudukan mulia/tinggi. Dalam sastra fusi perjalanan tersebut sering digambarkan secara simbolik sebagai penerbangan burung (jiwa) ke puncak gunung, atau perjalanan ke puncak bukit yang tinggi seperti dialami Nabi Musa a. s. di Thursina, atau penyelaman ke lubuk lautan (wujud) untuk mencari air hayat (makrifat) sebagaimana dilakukan Iskandar Zulkarnaen atau Bima dalam cerita Dewa Ruci, atau pelayaran kapal menuju bandar Tauhid. Perjalanan ke puncak bukit tertinggi kadang-kadang dilukiskan sebagai perjalanan mencari Kekasih, sebagaimana tampak dalam syair-syair Hamzah Fansuri.

Ayat al-Qur’an yang dirujuk dalam melukiskan perlunya jalan cinta dalam tasawuf antara lain ialah, “Aku mencipta jin dan manusia tiada lain supaya mereka mengabdi/beribadah kepada-Ku” (Q 51:56) Di dalam ayat ini tersirat pengertian bahwa dalam jalan cinta terdapat pengabdian kepada Yang Dicintai. Selain itu para sufi juga menghubungkan pencapaian di jalan cinta dan peroleh pengetahuan yang mendalam tentang Yang Hakiki. Ibnu Abbas misalnya menafsir perkataan “supaya beribadah kepada-Ku” dalam ayat di atas sebagai “supaya mencapai pengetahuan-Ku (melalui jalan cinta)”

Jenis cinta mistikal yang lain ialah berupa cinta yang terbit dari kerinduan manusia kampung halamannya yang sejati yang didiaminya pada Hari Alastu dulu, yakni sebelum dia diturunkan ke dunia dan masih berupa roh yang bersujud di hadapan Tuhan. Pada hari itu manusia masih dekat dan bersatu dengan Tuhannya, dan berikrar tidak mengakui Rabb yang lain kecuali Kekasihnya Yang Haqq, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur`an 7: “Alastu bi rabbikum? Qawlu bala syahidna!” (Bukankah Aku ini Tuhanmu? Ya, aku bersaksi!”) Perkataan Alastu diambil dari perkataan pertama dalam kalimah pengakuan tersebut. Ia disebut juga sebagai Hari Mitaq atau Hari Perjanjian, dan merupakan pengalaman asali manusia paling indah karena masih bersatu dengan-Nya, belum terbuang dan berpisah dari-Nya.

Sesudah manusia diturunkan ke dunia, rohnya disatukan dengan tubuhnya, gema suara yang didengarnya di Hari Alastu itu terekam di lubuk kesadaran atau kalbu manusia. Gema itu dapat didengar kembali pada saat manusia mengalami krisis batin yang hebat, yang menyebabkan kerinduannya kepada Yang Satu timbul kembali..Di antara krisis batin hebat itu ialah apabila manusia menyadari bahwa ia sebatang kara di dunia, merasa sunyi sebagai anak dagang yang berada di perantauan yang jauh, merasa terbuang dan terasing. Kerinduan manusia kepada kampung halamannya di Hari Alastu itu, menurut Rumi, dapat melahirkan seni musik dan puisi bermutu tinggi. Kerinduan mempunyai wajah ganda, riang dan sedih, atau campuran antara keduanya, dan ini merupakan asas semua seni. Seni yang lahir dari keadaan rohani semacam itu dapat dijadikan sarana transendensi. Hal ini digambarkan oleh Rumi dalam mukadimah karya agungnya Mathnawi. Rumi mengibaratkan kerinduan manusia pada pengalaman mistikal primordial di Hari Alastu sebagai kerinduan seruling untuk bersatu kembali dengan rumpun bambu, yang merupakan asal usulnya, dan kerinduannya itulah yang merupakan sumber suaranya yang merdu:

Dengar lagu sendu seruling bambu
menyampaikan kisah pilu perpisahan
Tuturnya, “Sejak daku tercerai dari indukku
rumpun bambu naung dan rimbun
Ratapku membuat lelaki dan wanita mengaduh --

Kuingin sebuah dada koyak disebabkan rindu
Agar dapat kupaparkan kepiluan berahi cinta
Setiap orang yang berada jauh dari kampung halamannya
Akan rindu untuk merasakan kembali
Saat-saat ketika dia masih bersatu dengan-Nya

Dalam setiap pertemuan kunyanyikan nada-nada senduku
Bersama yang riang dan sedih aku berkumpul
Rahasia laguku tak jauh dari ratapku
Namun tiada telinga mendengar dan mata melihat

Tubuh tidak terdinding dari roh, pun roh
Namun tak seorang diperkenankan melihat roh.”
Riuhnya suara seruling adalah kobaran api
Bukan suara hembusan angin


Cinta semacam itu menurut Imam al-Ghazali timbul karena adanya munasabah, yaitu daya saling tarik antara seseorang yang mencintai dan dia yang dicintai. Sadrudin al-Qunyawi, yang hidup sezaman dengan Rumi di kota yang sama, Konya Turki, menjelaskan bahwa munasabah membawa seseorang berjalan jauh tanpa memperhatikan bahaya dan rintangan menuju tempat yang dicintai, dengan maksud mencapai persatuan rahasia (mistikal). Cinta manusia kepada Tuhan tumbuh dari kesadaran bahwa manusia tidak sempurna dan berhasrat mengurangi ketaksempurnaan, dan kesempurnaan hanya milik Tuhan. Tuhan mencintai manusia karena manusia merupakan ciptaan-Nya yang paling sempurna dan indah, dan apabila manusia menyempurnakan potensi kerohanian dan moral yang ada dalam dirinya, maka ia menjadi alamat daripada tanda-tanda keindahan-Nya. Karena Tuhan Maha Indah dan mencintai keindahan (Inna Allah al-jamil wa yuhibbu al-jamal), maka manusia yang mencapai keadaan semacam itu dikatakan akan dilimpahi cinta.

Munasabah berakar dalam wujud asali ketuhanan, yaitu cintanya agar Harta Tersembunyi-Nya dikenal, dan juga berakar dalam pesona Hari Alastu, di mana manusia berikrar hanya akan mentaati dan mencintai Yang Satu. La ilaha ill Allah.

Sekarang marilah kita bahas jalan cinta yang dikemukakan `Attar, bersama contoh-contoh keadaan rohani yang ditimbulkannya, sebagaimana digambarkan dalam Mantiq al-Tayr. Namun sebelum itu kami hendak memaparkan sedikit riwayat hidup `Attar dan karya-karyanya.

`Attar (1130-1220 M) ialah seorang sufi dan sastrawan Persia terkemuka. Di Nisyapur, kota kelahirannya, dia juga dikenal sebagai seorang ahli farmasi dan saudagar minyak wangi yang kaya raya. Perjalanan hidupnya berubah pada suatu hari ketika di toko minyak wanginya yang besar datang seorang fakir tua renta yang tak berduit satu sen pun. Melihat fakir yang dikiranya akan mengemis itu `Attar segera bangkit dari tempat duduknya, menghardik dan mengusirnya agar pergi meninggalkan tokonya. Dengan tenang fakir itu menjawab, “Jangankan meninggalkan tokomu, meninggalkan dunia dan kemegahannya ini bagiku tidak sukar! Tetapi bagaimana dengan kau? Dapatkah kau meninggalkan kekayaanmu, tokomu dan dunia ini?” `Attar tersentak, lalu menjawab spontan, “Bagiku juga tidak sukar meninggalkan duniaku yang penuh kemewahan ini!”

Sebelum `Attar selesai menjawab, fakir tua renta itu rebah dan meninggal seketika. `Attar terperanjat. Sehari kemudian, setelah menguburkan fakir itu selayaknya, `Attar menyerahkan penjagaan toko-tokonya yang banyak di Nisyapur kepada sanak-saudaranya dan dia sendiri mengembara ke seluruh negeri untuk menemui para guru tasawuf yang kesohor, tanpa membawa uang satu peser pun. Beberapa tahun kemudian, dalam usia 35 tahun, dia kembali ke tanah kelahirannya sebagai guru kerohanian yang masyhur. Dia melanjutkan lagi profesinya sebagai ahli farmasi dan saudagar minyak wangi, di samping memberikan latihan-latihan kerohanian dan membuka sejumlah sekolah. Kekayaannya semakin bertambah-tambah, demikian pula kemasyhurannya sebagai seorang sufi.

Salah satu kepandaian `Attar yang telah lama dikenal penduduk Nisyapur ialah kemahirannya bercerita. Ia sering melayani pasien-pasien dan pelanggannya dengan bercerita sehingga memikat perhatian mereka. Apabila sedang tidak ada pelanggan datang, dia pun menulis cerita. Di antara karya `Attar yang terkenal ialah Thadkira al-`Awlya (Anekdote Para Wali), Ilahi-namah (Kitab Ketuhanan), Musibat-namah (Kitab Kemalangan) dan Mantiq al-Tayr (Musyawarah Burung). Semua karyanya itu ditulis dalam bentuk prosa-puisi yang indah, kaya dengan hikmah dan kisah-kisah perumpamaan yang menarik.

Mantiq al-Tayr menceritakan.penerbangan burung-burung mencari raja diraja mereka Simurgh yang berada di puncak gunung Qaf yang sangat jauh dari tempat mereka berada. Perjalanan itu dipimpin oleh Hudhud, burung kesayangan Nabi Sulaiman a.s. yang melambangkan guru sufi yang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi. Sedangkan burung-burung melambangkan jiwa atau roh manusia yang gelisah disebabkan kerinduannya kepada Hakekat Ketuhanan. Simurgh sendiri merupakan lambang diri hakiki mereka dan sekaligus lambang hakekat ketuhanan. Perjalanan itu melalui tujuh lembah, yang merupakan lambang tahap-tahap perjalanan sufi menuju cinta ilahi. Dalam tiap tahapan (maqam) seorang penempuh jalan akan mengalami keadaan-keadaan jiwa/rohani (ahwal, kata jamak dari hal). Uraian keadaan rohani yang disajikan `Attar menarik karena menggunakan kisah-kisah perumpamaan. Pada akhir cerita `Attar menyatakan bahwa ternyata hanya tiga puluh ekor burung (si-murgh) yang mencapai tujuan, dan Simurgh tidak lain ialah hakekat diri mereka sendiri.

Lembah-lembah yang dilalui para burung itu ialah: Pertama, lembah talab atau pencarian. Di lembah ini banyak kesukaran, rintangan dan godaan dijumpai oleh seorang salik (penempuh jalan) . Untuk mengatasinya seorang salik harus melakukan berbagai ikhtiar besar dan harus mengubah diri sepenuhnya, dengan membalikkan nilai-nilai yang dipegangnya selama ini. Kecintaan pada dunia harus dilepaskan, baru kemudian ia dapat terselamatkan dari bahaya kehancuran diri dan sebagai labanya dapat menyaksikan cahaya kudus Keagungan Ilahi. Hasrat-hasrat murni kita dengan demikian juga akan berlipat ganda. Seseorang yang berhasil mengatasi diri jasmani dan dunia akan dipenuhi kerinduan kepada yang dicintai dan benar-benar mengabdikan diri kepada Kekasihnya. Tidak ada masalah lain baginya kecuali mengejar tujuan murni hidupnya dan dia pun tidak takut kepada naga-naga kehidupan, yaitu hawa nafsunya. Ia tidak mempermasalahkan lagi keimanan dan kekufuran, sebab dia telah berada dalam Cinta. Kata `Attar, “Apabila kau gemar memilih di antara segala sesuatu yang datang dari Tuhan, maka kau bukan penempuh jalan yang baik. Apabila kau suka memandang dirimu sendiri dimuliakan karena memiliki intan dan emas segudang, dan merasa dihinakan karena hanya memiliki setumpuk batu, maka Tuhan tidak akan menyertaimu. Ingatlah, jangan kau sanjung intan dan kau tolak batu, karena keduanya berasal dari Tuhan. Batu yang dilemparkan oleh kekasih yang setia lebih baik daripada intan yang dijatuhkan oleh seorang wanita perusak rumah tangga.”

Di lembah pencarian seseorang harus memiliki cinta dan harapan. Dengan cinta dan harapan orang dapat bersabar. Kata `Attar, “Bersabarlah dan berusahalah terus dengan harapan memperoleh petunjuk jalan (hidayah). Kuasailah dirimu dan jangan biarkan kehidupan lahiriah dan jasmaniah menawan serta menyesatkanmu!”

Kedua, lembah Cinta (`isyq). `Attar melambangkan cinta sebagai api yang bernyala terang, sedangkan pikiran sebagai asap yang mengaburkannya. Tetapi cinta sejati dapat menyingkirkan asap. Di sini `Attar mengartikan cinta sebagai penglihatan batin yang terang, sehingga tembus pandang, artinya dapat menembus bentuk-bentuk formal kemudian menyingkap rahasia-rahasia terdalam dari ciptaan. Orang yang cinta tidak memandang segala sesuatu dengan mata pikiran biasa, melainkan dengan mata batin. Hanya dia yang telah teruji dan bebas dari dunia serta kungkungan benda-benda, berpeluang memiliki penglihatan terang. Caranya ialah dengan penyucian diri, sebagaimana dikatakan Rumi:

Indra tubuh adalah tangga menuju dunia
Indra keagamaan tangga menuju langit
Mintalah kesehatan tubuh kepada dokter
Namun kesehatan jiwa dan rohani
Hanya didapat dari kekasih Allah

Jalan rohani meruntuhkan (hasrat) tubuh
Sesudah itu rumah yang lebih megah dibangunnya
Lebih baik merubuhkan rumah demi harta karun
Dan dengan harta itu membangun rumah baru
Dibanding mempertahankan rumah usang

Bendunglah air dan bersihkan dasar sungai
Baru kau alirkan air minum dari dalamnya
Belahlah kulit dan cabutlah bulunya
Lalu segarkan kulit menutupi luka

Ratakan benteng dengan tanah, rebutlah ia
Dari tangan orang mungkar dan kafir
Lalu dirikan ratusan menara
Dan tempat berlindung di atasnya

Siapakah orang mungkar dan kafir itu
Dia tak lain ialah hawa nafsumu sendiri

`Attar sendiri mengatakan, “Dia yang menempuh jalan tasawuf hendaknya memiliki seribu hati, sehingga setiap saat ia dapat mengurbankan yang satu tanpa kehilangan yang lain.” Di sini Cinta dikaitkan dengan pengurbanan. Para sufi merujuk kepada kepatuhan Nabi Ismail a.s. kepada perintah Tuhan. yang bersedia dijadikan qurban oleh ayahnya Nabi Ibrahhim. a.s. Peristiwa inilah yang dijadikan landasan upacara Idul Qurban. Kata-kata qurban berasal dari qurb yang berarti hampir atau dekat. Jadi berkurban dalam cinta berarti berusaha memperdekat langkah kita untuk mencapai tujuan, yaitu Cinta Ilahi.
Salah satu ciri cinta sejati dalam arti penglihatan batin terang dan dengan itu mampu menembus bentuk zahir segala sesuatu sehingga mencapai hakekatnya yang terdalam. Karena dapat melihat dari arah hakekat, maka seorang pencinta dapat memiliki gambaran yang berbeda dari orang lain tentang dunia dan kehidupan Pencinta sejati bebas dari kungkungan bentuk-bentuk lahir. `Attar menuturkan kurang lebih sebagai berikut:

Ketahuilah wahai yang tak pernah diberi tahu!
Di antara pencinta, burung-burung itu telah bebas
Dari kungkungan sangkarnya sebelum ajal mereka tiba
Mereka memiliki perkiraan dan gambaran lain tentang dunia
Mereka memiliki lidah dan tutur yang berbeda pula
Di hadapan Simurgh mereka luluh dan bersimpuh
Mereka mendapat obat demi kesembuhan mereka dari penyakit
Sebab Simurgh mengetahui bahasa sekalian burung

Ketaatan kepada orang yang dicintai merupakan tanda seorang pencintai sejati. Namun demikian di jalan Cinta banyak sekali godaan dijumpai oleh seorang pencinta. Dalam Mantiq al-Tayr `Attar memberi contoh kisah Syekh San`an dan Gadis Yunani beragama Kristen. Ketika menjadi pencinta Syekh San`an menuruti perintah kekasihnya, dia memeluk agama Kristen dan ketika Putri Yunani itu menjadi pencinta dia mengikuti jejak kekasihnya, mencari Syekh San`an di Mekkah dan memeluk agama Islam di sana. Kembalinya Syekh San`an ke agama Islam ialah berkat doa para pengikutnya yang tak kenal lelah memohon kepada Tuhan agar guru mereka diberi petunjuk. Tampaknya usaha itu tidak membuahkan hasil, bahkan Syekh San`an semakin larut dalam agama yang baru dipeluknya. Namun sekali lagi Tuhan turun tangan. Syekh San`an bermimpi berjumpa Nabi Muhammad s. a. w. yang menyuruhnya datang ke Mekkah. Setibanya di Mekkah Syekh San`an dan ratusan pengikutnya disambut oleh ratusan orang Islam termasuk sahabat-sahabat dekatnya. Di hadapan Ka`bah Syekh pun bertobat dan berikrar untuk kembali ke jalan benar. Putri Yunani yang ditinggalkan menjadi sangat rindu, dan kemudian menyusul ke Mekkah, di mana dia memeluk agama Islam dengan disaksikan Syekh San`an dan para pengikutnya.

Kisah di atas juga memberi tahu kita bahwa di lembah Cinta begitu banyak cobaan dan ujian, yang dapat menyesatkan seorang penuntut tasawuf. Hanya petunjuk Tuhan yang dapat menyelamatkan seseorang yang berada dalam bahaya, dan petunjuk itu datang sesuai dengan ikhtiar dan doa yang dipanjatnya sendiri di masa lalu dan doa yang dipanjatkan orang-orang terdekat. Di lain hal kisah ini memberi isyarat bahwa cinta sejati dapat mengatasi perbedaan keyakinan, sebab cinta mengutamakan yang hakiki dan persatuan dengan jiwa kekasih, bukan untuk memperdebatkan perbedaan-perbedaan lahir. Hikmah lain dari kisah ini bahwa cinta sejati dapat mendorong orang melakukan perubahan atau transformasi diri sebagaimana terlihat pada Syekh San`an atau pun gadis Yunani.

Walaupun cinta yang dialami Syekh San`an dengan gadis Nasrani itu merupakan cinta profan, namun dari pengalaman tersebut Syekh San`an memperoleh pelajaran tentang sifat-sifat cinta yang lebih tinggi. Seperti dituturkan Syekh San`an ketika gadis Nasrani itu menyambut cintanya:

Malam-malam pengasingan yang sunyi telah berlalu
Namun tak seorang dapat menyingkap rahasia seperti itu
Siapa pun yang permohonannya dikabulkan seperti aku malam ini
Siang dan malam-malamnya akan dilalui dengan kebenaran cinta berahi
Pada siang hari nasibnya dicetak, malam hari bentuknya disiapkan
Ya Tuhan, tanda-tanda menakjubkan apa yang kusaksikan malam ini?
Apakah ini tanda Hari Kiamat? Akal, kesabaran, kawan sejati – semua pergi
Cinta macam apa ini, derita macam apa dan kepiluan macam apa?

Ketiga, ialah lembah kearifan atau makrifat. Kearifan berbeda dengan pengetahuan biasa. Pengetahuan biasa bersifat sementara, kearifan ialah pengetahuan yang abadi, sebab isinya ialah tentang Yang Abadi. Kearifan merupakan laba yang diperoleh seseorang setelah memperoleh penglihatan batin terang, di mana ia mengenal dengan pasti hakekat tunggal segala sesuatu. Kearifan menyebabkan seseorang selalu terjaga kesadarannya akan Yang Satu, dan waspada terhadap kelemahan, kekurangan dan keabaian dirinya disebabkan godaan dan tipu muslihat ‘yang banyak’.

Makrifat dapat dicapai dengan berbagai cara. Di antaranya melalui sembahyang yang khusyuk, latihan kerohanian yang berdisiplin, penyucian diri sepenuhnya di hadapan Kekasih, dan pengisian jiwa dengan pengetahuan yang bermanfaat bagi pertumbuhan rohani. Seseorang yang mencapai makrifat akan menerima nur (cahaya) sesuai amal usahanya dan mendapat peringkat kerohanian yang ditetapkan baginya dalam mengenal kebenaran ilahi. Orang yang mengenal hakekat segala sesuatu akan memandang, dan bersikap terhadap dunia melalui penglihatan hatinya yang telah tercerahkan. Ia tidak lagi terpaku pada segala sesuatu yang bersifat embel-embel, sebab yang menjadi perhatiannya ialah yang hakiki. Ia tidak sibuk memikirkan dirinya dan hasratnya yang rendah, namun senantiasa asyik memandang wajah Sahabat atau Kekasihnya, yang Maha Pengasih dan Penyayang itu (al-rahman al-rahim). Kearifan menjadi rusak disebabkan dangkalnya pikiran, kesedihan yang berlarut-larut dan kebutaan pandangan terhadap hakekat ketuhahan. Mata orang arif terbuka kepada Yang Satu, bagaikan bunga tulip yang kelopaknya selalu terbuka kepada cahaya matahari.

Keempat. Lembah kebebasan atau kepuasan (istighna). Di lembah ini tidak ada lagi nafsu memenuhi jiwa seseorang atau keinginan mencari sesuatu yang mudah didapat dengan ikhtiar biasa. Karena pandangan telah tercerahkan oleh kehadiran Yang Abadi, maka seseorang tidak pernah melihat ada yang baru atau ada yang lama di dunia ini. Lautan tampak sebagai setitik air di tengah wujud-Nya yang tak terhingga luasnya, dan dadanya selalu lapang sebab dia mengetahui bahwa rahmat Tuhan tidak akan pernah menyusut atau berkembang. Tujuan hidup tak berguna ditaggalkan dan seseorang merasa cukup dengan rahmat yang dilimpahkan Tuhan. Di dunia dia hanya tinggal bekerja, berikhtiar dan berusaha sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang sesuatu, dan untung rugi dia pasrahkan kepada Kekasihnya. Untuk mencapai tingkat ini, kata `Attar, seseorang harus melakukan kewajiban yang dipikulkan kepadanya tanpa beban. Seseorang mesti meninggalkan sikap acuh tak acuh, masa bodoh dan ketakpedulian terhadap masalah keagamaan, kemanusiaan dan sosial. Lamunan kosong dan ketakpastian terhadap sesuatu yang tak memerlukan lamunan dan keraguan harus diganti dengan keteguhan iman atau haqq al-yaqin. Kata Hamzah Fansuri:

`Ilmu`l-yaqin nama ilmunya
Ayn`l-yaqin hasil tahunya
Haqq`l-yaqin akan katanya
Muhammad Nabi asal gurunya

Syariat akan ripainya
Tariqat akan bidainya
Haqiqat akan tirainya
Makrifat yang wasil akan isainya

Dengan demikian makrifat merupakan bentuk pengetahuan tertinggi tentang hakekat. Keadaan yang rohani lahir daripadanya ialah kedekatan (wasil) dengan Yang Satu. Rasa dekat ini dapat timbul karena dia menyaksikan dengan mata batinnya bahwa Kekasih hanya Satu, tidak dua. Istilah lain yang digunakan para sufi tentang keadaan ini ialah musyahadah, artinya penyaksian bahwa Tuhan itu satu. Musyahadah menjamin stabilitas jiwa dan pikiran seseorang, sebab benar-benar telah terpaut pada tali Yang Satu. Istilah lain yang digunakan para sufi untuk keadaan ini ialah haqq al-yaqin, yakni yakin secara mendalam bahwa kebenaran hakiki ialah Dia. Keyakinan seperti itu sudah barang tentu mendatangkan kepuasan rohani dan kebebasan daripada yang selain Dia. Jadi batas antara lembah makrifat dan lembah isytighna tidak begitu jelas.

Menurut `Attar di lembah keempat ini seseorang mesti menyibukkan diri dengan hal-hal yang bersifat hakiki dan utama, mengabaikan hal-hal yang bersifat lahiriah atau yang semata-mata menyangkut kepentingan diri sendiri. Seseorang mesti memperbanyak kerja kerohanian, misalnya dengan ibadah, berderma. memperbanyak amal saleh, membangun pesantren, menyebarkan kegiatan keagamaan dan sebagainya. Kata `Attar, “Di lembah ini seseorang mungkin melakukan suatu kegiatan yang bermakna, tetappi ia tidak menyadari.” Kalaupun menyadari ia tidak perlu menyombongkan diri. Lanjut `Attar, “Lupakan segala yang telah kauperbuat, berikhtiarlah untuk bebas dan cukupkan dengan dirimu sendiri, meskipun kau kadang mesti menangis dan bergembira terhadap hasil-hasilnya. Di lembah keempat ini cahaya kilat kesanggupan, yang merupakan penemuan sumber-sumber dirimu sendiri, kecukupan dirimu, menyala begitu terang dan membara hingga membakar penglihatanmu pada dunia.”

Kelima, lembah Tauhid. Di lembah ini semuanya pecah berkeping-keping, kemudian menyatu kembali. Semua yang tampak berlainan dan berbeda kelihatan berasal dari hakekat yang sama. Jadi di lembah ini seseorang menyadari bahwa hakekat wujud yang banyak itu sebenarnya satu, maksudnya manifestasi Cinta Yang Satu, yaitu rahman dan rahim-Nya.

Keenam, lembah Hayrat atau ketakjuban. Di sini kita menjadi mangsa ketakjuban yang menyilaukan mata, sehingga seolah-olah kita tenggelam dalam kebingungan dan timbul rasa duka yang tak terkira. Betapa tidak. Siang berubah jadi malam, malam berubah siang. Kemalangan tampak sebagai kebruntungan dan keberuntungan kelihatan sebagai kemalangan. Untung rugi tak jelas batasnya. Orang yang mencapai lembah Tauhid pada mulanya akan lupa atas segalanya, kemudian sadar bahwa bersama dirinya ialah Yang Satu. Tetapi dia tidak tahu siapa yang bersama dengan dirinya. Jika orang berada di lembah ini ditanya, dia akan menjawab: “ Aku tak tahu apa ini fana’ (lenyap) atau baqa’ (hidup kekal) dalam Dia. Aku tak tahu apa ini nyata atau tak nyata. Aku sedang bercinta, tetapi tidak tahu dengan siapa bercinta.” `Attar memberi contoh “Kisah Seorang Putri Raja Yang Mencintai Hambanya”. Hamba di sini melambangkan seorang salik yang tak memikirkan apa-apa lagi, yang penting mengabdi, dan karena hanyutnya dalam pengabdiannya maka dia memancarkan keindahan luar biasa. Putri raja diam-diam jatuh cinta kepadanya, dan dengan dibius oleh dayang-dayangnya maka hamba itu pun dibawa ke peraduan sang putri, diberi minuman dan makanan lezat, dihidangi tari-tarian dan musik yang indah, sebelum keduanya beradu. Hamba tersebut mengalami semua itu antara sadar dan tak sadar.

Ketujuh. Lembah Faqir dan Fana Faqir artinya tidak memiliki apa-apa lagi, semuanya sudah terampas dari dirinya, kecuali Cintanya kepada Yang Satu. Karena jiwanya hanya terisi oleh-Nya maka dia sanggup mengurbankan diri asal saja diperinsahkan oleh Kekasihnya.. Kefakiran menerbitkan keberanian menentang yang selain Dia, sebagaimana dimanifestasikan dalam semangat jihad.. Kefakiran juga dijadikan landasan ethos dagang yang melahirkan prinsip futuwwa (semangat satria pinandita). Dengan ethos demikian organisasi-organisasi dagang Islam (ta`ifa) tumbuh pada abad ke-13 sebagai organisasi sosial keagamaan yang dipimpin oleh ulama sufi. Ta`ifa aktif menyebarkan agama Islam dengan didukung aktivitas perdagangan, pembinaan kota-kota urban di pesisir dan pengembangan industri, dari mana terbentuk pusat-pusat penyebaran agama Islam di Nusantara. Pada masa-masa genting anggota-anggota ta`ifa, termasuk para pengrajin, santri, dan lain-lain, ikut berjuang melawan musuh yang mereangi kaum Muslimin, termasuk kaum penjajah.

Fana’ ialah persatuan mistik, manunggaling kawula Gusti atau Unio-mystica. Keadaan ini disusul dengan baqa’, yaitu pengalaman hidup kekal dalam Tuhan. Apabila seseorang telah mencapai tahapan ini, dia akan mengenal dirinya yang hakiki, dirinya yang universal, dan dengan demikian mengenal sungguh-sungguh asal kerohaniannya. Hadis yang mengatakan, “Barang siapa mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya” dapat dijelaskan melalui uraian di atas. Di sini seseorang mengenal bahwa dirinya benar-benar makhluk rohani, bukan sekedar mahluk jasmani dan nafsani.. Dia menyadari bahwa secara esensial manusia memang makhluk kerohanian, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an dengan istilah khalifah Tuhan di muka bumi, dan sekaligus hamba-Nya. Sebagai khalifah Tuhan menjadi perantara antara alam rendah dan alam tinggi.
Dengan indahnya `Attar menuturkan dalam kitabnya yang masyhur itu:

Melalui kesukaran dan kehinaan jiwanya burung-burung itu pun susut
Lantas hapus (fana’), sedangkan tubuh mereka menjelma debu
Setelah dimurnikan maka mereka pun menerima hidup baru
Dari limpahan Cahaya Tuhan di hadirat-Nya
Sekali lagi mereka menjadi hamba-hamba-Nya dengan jiwa segar
Sekali lagi di jalan lain mereka binasa dalam ketakjuban
Perbuatan dan diam mereka di masa lalu telah dienyahkan
Dan disingkirkan dari lubuk hati serta dada mereka
Matahari Kehampiran bersinar terang dari diri mereka
Jiwa mereka diterangi semua oleh cahanya
Dalam pantulan wajah tiga puluh (si-murgh)
Mereka lantas menyaksikan wajah Simurgh yang sebenarnya
Apabila mereka memandang, yang tampak hanya Simurgh:
Tak diragukan Simurgh ialah tiga puluh ekor burung
Semua bingung penuh keheranan, tak tahu apa mereka ini atau tiu.
Mereka memandang diri mereka tak lain adalah Simurgh.

Pada bagian lain `Attar menyatakan:

Bebaskan dirimu dari segaa yang kaumiliki
Campakkan semua dari sisimu satu demi satu
Lantas asingkan dirimu secara rohani dari dunia
Apabila batinmu telah menyatu dengan kefakiran
Kau akan bebas dari kebaikan dan keburukan
Dan jika kebaikan dan keburukan telah kaulalui
Kau akan menjadi seorang pencinta

`Attar mengakhiri kisah burung menemui raja mereka Simurgh, yang tak lain ialah gambaran diri mereka yang sejati, sebagai berikut: “ Tahukah kau apa yang kaumiliki? Masuklah ke dalam dirimu sendiri dan renungkan ini. Selama kau tak menyadari kehampaan dirimu, dan selama kau tak meninggalkan kebanggan diri yang palsu, serta kesombongan dan cinta diri yang berlebihan, kau tidak akan mencapai puncak keabadian. Di jalan tasawuf kau muka-muka akan dicampakkan ke dalam lembah kehinaan, kemudian baru kau akan diangkatnya ke puncak gunung kemuliaan”.

Mengenai pengetahuan tentang diri itu Imam al-Ghazali mengatakan dalam kitabnya Kimiya-i Sa`adah (Kimia Kebahagiaan), “Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya berada dalam pengetahuan tentang hal-hal berikut: Siapakah anda, darimana anda datang? Kemana anda akan pergi, dan apa tujuan anda datang serta tinggal sejenak di sini, dan di manakah letak kebahagiaan anda?... Suatu bagian penting dari pengetahuan kita tentang Tuhan timbul dari kajian dan renungan atas jasad kita sendiri yang menampakkan kepada kita kebijaksanaan, kekuasaan serta cinta Sang Pencipta. Manusia dengan tepatnya disebut `alam al-saghir (jagad cilik) dalam dirinya. Susunan kerangka jasadnya mesti dipelajari, bukan saja oleh orang-orang yang ingin menjadi dokter, tetapi juga oleh orang-orang yang ingin mencapai pengetahuan yang lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana kajian yang mendalam tentang keindahan dan corak bahasa pada sebuah puisi yang agung akan mengungkapkan kepada kita lebih banyak tentang kejeniusan pengarangnya... Tetapi di atas segalanya pengetahuan tentang jiwa dan kerohanian manusia lebih penting sebab pengetahuan semacam itulah yang dapat membawa kita sampai kepada pengetahuan tentang Tuhan.”

CATATAN

Uraian tentang cinta dalam karangan ini merupakan ringkasan dari Bab II tesis penulis Estetika Sastra Sufistik: Kajian Hermeneutik Terhadap Karya-karya Shaykh Hamzah Fansuri. Universiti Sains Malaysia, P. Pinang, 1996. Tentang buku `Attar dapat dibaca terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Hartojo Andangjaya, Musyawarah Burung. Jakarta:Pustaka Jaya, 1982. Sajak-sajak Rumi diambil dari buku karangan penulis sendiri, Rumi, Sufi dan Penyair. Bandung: Pustaka, 1985.
Sajak `Attar dalam tulisan ini diterjemahkan dari edisi Edward Fitzgerald The Conference of the Birds. Penguin Book: 1972 (reprint).


Lampiran

KISAH SYEKH SAN`AN

Syekh San`an adalah orang suci dan ulama terkemuka pada zamannya. Pada suatu hari dia bermimpi bepergian dari Mekkah menuju Yunani, dan di sana dia menyembah arca yang sangat indah. Begitu terjaga dia merasa sangat sedih dan memutuskan pergi ke Yunani untuk mengetahui arti mimpinya. Diikuti oleh empat ratus muridnya sampailah dia di negeri seribu biara itu. Setelah mendatangi berbagai pelosok negeri itu sampailah ia di sebuah biara yang megah. Di sana dia melihat seorang gadis yang cantik luar biasa, memandang ke luar dari sebuah jendela.

Gadis Yunani itu ternyata beragama Nasrani. Syekh San`an sangat terpesona oleh kecantikannya. Ia berseru kepada murid-muridnya, “O alangkah dahsyat cintaku kepadanya. Andaikata aku dapat membebaskan diri dari kungkungan agama, tentulah aku beruntung dan bahagia!” Murid-muridnya mengerti maksud perkataan gurunya. Sementara itu Syekh San`an benar-benar terbakar api asmara. Dia merasa muda kembali, dan darah di tubuhnya bergelora. Dia berhasrat mendapatkan gadis Yunani itu dan menjadikan istrinya seumur hidup.

Siang malam Syekh San`an mengunjungi tempat itu untuk dapat menatap wajah gadis itu. Keinginannya untuk bertemu dan berbincang dengannya sedemikian kuatnya. Nasehat murid-muridnya tidak diacuhkannya, begitu pula ratusan doa yang mereka panjatkan sia-sia. Syekh San`an malahan semakin tergila-gila kepada gadis itu. Berhari-hari lamanya dia selalu gagal menjumpai gadis itu. Pintu biara tertutup rapat baginya. Pada akhirnya dia putus asa dan keadaannya begitu menyedihkan. Dia termangu-mangu di dekat tempat di bawah jendela tempat gadis itu selalu menampakkan mukanya.

Ketika melihat Syekh San`an sudah putus asa, gadis itupun keluar, menyilakan masuk kepada Syekh San`an dan menjamunya dengan makanan yang serba lezat dan minuman anggur. Karena cintanya Syekh San`an menuruti apa saja yang diperintahkan si gadis. Namun si gadis belum juga mau menerima lamaran Syekh San`an. Pada suatu hari ketika Syekh San`an bersedia masuk agama Nasrani, barulah gadis itu menerima lamarannya. Kini mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Sebagai mas kawinnya Syekh San`an harus bersedia memelihara babi, memandikan binatang-binatang itu dan memberinya makan pagi dan sore.

`Attar menulis pada episode ini, “Dalam fitrah kita masing-masing ada seratus babi. Wahai kalian yang tak berarti apa-apa, kalian hanya memikirkan bahaya yang sedang mengancam Syekh San`an! Sedangkan bahaya itu terdapat juga dalam diri kita masing-masing, dan menegakkan kepala sejak saat kita mulai melangkah di jalan pengenalan-diri. Kalau kalian tak mengetahui perihal babi-babi kalian sendiri, maka kalian tak akan mengenal Jalan Cinta. Tetapi apabila kalian mulai menempuh jalan itu, kalian akan menjumpai ratusan babi dan ratusan berhala pujaan. Halaulah babi-babi itu, bakarlah berhala-berhala itu di lembah Cinta; atau kalau tidak, kalian akan menjadi seperti Syekh San`an, hina dina dicemooh cinta.”

Kabar segera tersiar ke negeri-negeri Islam bahwa seorang ulama terkenal telah memeluk agama Kristen dan menjadi pemelihara babi, hanya disebabkan oleh cintanya kepada seorang gadis cantik yang masih muda. O betapa pesona dunia dapat membelokkan iman dan pengetahuan. Kebetulan di Mekkah tinggallah seorang Syekh, sahabat karib Syekh San`an. Mendengar berita itu dia hanya mengurut-urut dadanya. Murid-murid Syekh San`an yang sedang berada di Mekkah dipanggilnya semua dan diberi nasehat, “Apabila kalian benar-benar ingin berbuat sesuatu yang membuahkan hasil, kalian harus mengetuk pintu Tuhan berulang kali tanpa jemu. Dengan doa yang disertai keyakinan mendalam kalian akan diterima di hadirat Ilahi. Mestinya kalian memohon kepada Allah demi guru kalian, masing-masing dengan doa sendiri. Insya Allah Dia akan mengembalikan Syekh San`an kepada kalian. Mengapa kalian enggan mengetuk pintu Tuhan?”

Murid-murid itu pun segera berangkat ke Yunani. Sesampainya di sana mereka memilih tinggal tidak jauh dari tempat Syekh San`an. Empat puluh hari empat puluh malam mereka berdoa. Empah puluh hari lamanya mereka berpuasa, berpantang makan makanan lezat yang mengandung banyak lemak dan kolestrol. Mereka juga tak boleh tergoda oleh gadis-gadis cantik yang banyak terdapat di biara itu. Akhirnya kekuatan doa orang-orang tulus itu pun menggetarkan langit. Malam itu mereka bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad s. a. w. Dalam mimpi mereka Nabi Muhammad s. a. w. bersabda bahwa Syekh San’an sebentar lagi akan kembali ke jalan benar dan dosa-dosanya akan diampuni. Segala yang telah dia tinggalkan selama ini, kitab suci al-Qur`an, kiblat dan sajadah segera akan didatanginya lagi”.

Pada malam yang sama wanita Yunani itu juga bermimpi dan dalam mimpinya melihat matahari turun kepadanya, disertai suara, “Ikuti Syekh San`an suamimu, peluklah agamanya, jadilah suci seperti hatinya yang telah dibersihkan oleh cinta. Kau telah membawa dia ke jalanmu, kini ikuti jalan yang ditempuhnya.”
Ketika wanita itu terjaga dari tidurnya, Syekh San`an telah meninggalkan Yunani bersama empat ratus pengikutnya menuju Mekkah. Tidak tahan sendiri, dan merasa rindu kepada Syekh San`an, dia pun menyusul mereka menuju Mekkah. Kepada Syekh San`an dia berkata, “Aku merasa begitu malu karena kau. Singkaplah tabir rahasia itu, dan ajarkan Islam kepadaku, agar aku dapat menempuh jalan kedamaian dan keselematan!” Di depan Ka`bah, disaksikan oleh ratusan murid dan sahabat Syekh San`an, wanita Nasrani itu mengucapkan kalimah syahadah. Kebahagiaan memancar dari wajahnya yang cerah setelah berhari-hari muram oleh kesedihan.